digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2021 TS Annisa Qonita Firda 1-Abstrak.pdf)u
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

COVER ANNISA QONITA FIRDA.pdf
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

BAB I PENDAHULUAN.pdf
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

BAB II TIN-PUS.pdf
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

BAB III GAMBARAN LOKASI.pdf
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

BAB IV METODOLOGI.pdf
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.pdf
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

BAB VI KESIMPULAN.pdf
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

PUSTAKA Annisa Qonita Firda
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan faktor yang mempengaruhi kondisi keselamatan pekerja di tempat kerja. Penerapan K3 dibuktikan dengan adanya Sistem Manajemen K3 (SMK3) di tempat kerja yang bertujuan untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja. Kewajiban penerapan SMK3 berlaku bagi usaha yang menggunakan bahan berbahaya dalam kegiatannya, seperti laboratorium penguji parameter lingkungan. Laboratorium penguji parameter lingkungan dalam aktivitasnya menggunakan bahan kimia yang cukup berbahaya seperti asam pekat dan basa pekat sehingga laboratorium ini wajib mengaplikasikan sistem manajemen kecelakaan. Saat ini terdapat dua jenis akreditasi laboratori um: (1) laboratorium lingkungan dengan persyaratan akreditasi berupa pemenuhan ISO/IEC 17025:2017 dan PerMenLH 06/2009; (2) laboratorium penguji dengan persyaratan akreditasi berupa pemenuhan ISO/IEC 17025:2017. Kedua jenis akreditasi tersebut tidak menggugurkan kewajiban penerapan sistem manajemen kecelakaan. Kedua akreditasi tersebut sama-sama menerapkan ISO/IEC 17025:2017 sebagai sistem manajemen mutunya. Jika merujuk pada sistem manajemen yang baik adalah sistem manajemen yang juga menjaga kesehatan dan keselamatan pekerjanya, maka seharusnya pemenuhan klausul pada ISO/IEC 17025:2017 akan mempengaruhi kondisi K3 yang baik di laboratorium, salah satunya adalah mengenai safety climate. Oleh karena itu, penelitian mengenai ISO/IEC 17025:2017 ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keterkaitan klausul-klausul dalam ISO/IEC 17025:2017 dengan safety climate. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi tingkat pemenuhan ISO/IEC 17025:2017 dan PerMenLH 06/2009 serta nilai safety climate yang dihasilkan pada masing-masing laboratorium, mengevaluasi hubungan antara tingkat pemenuhan ISO/IEC 17025:2017 dan PerMenLH 06/2009 terhadap safety climate yang terbentuk; dan menganalisis faktor individu yang berpengaruh terhadap safety climate di laboratorium. Penelitian ini dilakukan di 4 laboratorium di Sumatera Barat dengan sampel merupakan seluruh pekerja di laboratorium. Analisis dilakukan menggunakan metode gap analysis, NOSACQ, regresi linear sederhana dan regresi linear berganda. Tingkat pemenuhan ISO/IEC 17025:2017 berpengaruh sebesar 99,11% terhadap safety climate yang terbentuk. Sedangkan tingkat pemenuhan ISO/IEC 17025:2017 jika digabungkan dengan tingkat pemenuhan PerMenLH 06/2009, keduanya memiliki pengaruh sebesar 99,96% terhadap safety climate yang terbentuk. Dari hasil analisis faktor individu yang berpengaruh terhadap nilai safety climate, posisi jabatan merupakan faktor yang paling mempengaruhi. Pada Laboratorium W dan Z nilai safety climate dari manajerial dan supervisor menempati rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai safety climate pada posisi worker. Hal ini terjadi karena para manajer mendasarkan persepsi mereka dalam kelompok manajemen dan lebih banyak mengenai kebijakan, prosedur dan praktek ideal, sedangkan pekerja/worker mendasarkan persepsi mereka pada praktek sehari-hari. Pada Laboratorium X nilai safety climate dari manajerial dan worker menempati posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai safety climate yang dihasilkan dari posisi supervisor. Hal ini terjadi karena para supervisor memiliki persepsi yang kurang terhadap pentingnya keselamatan dengan menganggap kecelakaan ringan sebagai hal yang wajar. Pada Laboratorium Y nilai safety climate dari supervisor menempati rata-rata tertinggi, kemudian diikuti oleh worker, dan nilai safety climate terendah dimiliki oleh manajerial. Hal ini terjadi karena para manajerial memiliki persepsi yang kurang terhadap pentingnya keselamatan dengan menganggap pekerjaan laboratorium tidak sesuai dengan para penakut, sedangkan para pekerja menganggap kecelakaan ringan bukan merupakan hal yang wajar dan hal tersebut seharusnya dapat dihindari sehingga memunculkan sikap lebih waspada dan menghasilkan persepsi yang tinggi terhadap pentingnya keselamatan.