Latar belakang penelitian ini adalah kemacetan dan isu urban sprawl di Kota
Semarang. Pendekatan solusi kemacetan dalam penelitian ini adalah pendekatan
demand, yaitu mengatur perilaku perjalanan. Penelitian-penelitian sebelumnya
telah menjelaskan bahwa perilaku perjalanan dapat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan binaan, namun kajian terkait pengaruh kondisi lingkungan binaan di
kawasan pinggiran dan pusat kota belum banyak dieksplor. Adapun dengan
pertimbangan permasalahan kemacetan, isu urban sprawl, dan untuk mengisi gap
penelitian, tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
kondisi lingkungan binaan terhadap perilaku perjalanan di kawasan pinggiran dan
pusat kota. Perilaku perjalanan dijelaskan dengan pemilihan moda, frekuensi
perjalanan, dan panjang perjalanan. Pilihan moda dalam penelitian ini terdiri dari
sepeda motor, mobil, paratransit, transit, dan transport aktif. Kondisi lingkungan
binaan diukur dengan kepadatan, keragaman, desain, aksesibilitas, dan jarak ke
transit. Kepadatan diukur dengan kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan.
Keragaman dijelaskan dengan indeks entropi. Desain diukur oleh kepadatan
simpang, sedangkan aksesibilitas diukur dengan jumlah halte dan jumlah rute
angkutan umum serta jarak ke transit diukur dengan jarak ke halte terdekat.
Pengaruh kondisi lingkungan binaan terhadap pemilihan moda dianalisis
menggunakan regresi logistik multinomial dan pengaruh kondisi lingkungan binaan
terhadap frekuensi perjalanan dan lama perjalanan dihitung menggunakan regresi
linier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan bangunan dan jumlah rute
angkutan umum memberikan pengaruh yang signifikan positif terhadap
probabilitas penggunaan transit, yaitu dengan koefisien 0,002 dan 1,145. Variabel
yang memberikan pengaruh paling besar terhadap frekuensi perjalanan adalah
kepadatan bangunan yakni pengurangan dengan koefisien -1,234. Sedangkan
variabel yang memberikan pengaruh paling besar terhadap panjang perjalanan
adalah jumlah halte, dengan koefisien 0.729 dan yang memberikan pengaruh
pengurangan terhadap panjang perjalanan paling besar adalah jumlah rute angkutan
umum, yaitu dengan koefisien -0.572. Hasil menunjukkan untuk mengurangi
panjang perjalanan dan meningkatkan probabilitas penggunaan transit diperlukan
penambahan rute angkutan umum.