2021 DS TK Diah Meilani 33015002 1-Daftar Pustaka.pdf
Terbatas Open In Flip Book Irwan Sofiyan
» ITB
Terbatas Open In Flip Book Irwan Sofiyan
» ITB
Xilanase merupakan salah satu enzim industri yang banyak digunakan dalam industri pulp dan
kertas di Indonesia. Selain itu xilanase juga banyak dimanfaatkan di industri roti, minuman jus
buah dan anggur, dan pakan ternak. Kebutuhan yang cukup tinggi masih dipenuhi dari impor
sehingga peluang untuk memproduksi sendiri lebih terbuka luas. Seperti halnya enzim lainnya,
xilanase diproduksi fermentasi kultur rendam, akan tetapi fermentasi fasa padat berpotensi
untuk memberikan perolehan enzim yang lebih besar lebih sehingga lebih menguntungkan.
Penelitian disertasi ini difokuskan pada pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
yang merupakan limbah dari industri minyak kelapa sawit dan ketersediaannya melimpah,
untuk produksi xilanase. Pemilihan TKKS sebagai media produksi xilanase dapat memberi
nilai tambah bagi TKKS dan merupakan kebaruan dari penelitian disertasi. Untuk
memproduksi xilanase digunakan Aspergillus fumigatus yang meskipun lebih dikenal sebagai
jamur penghasil selulase dapat induksi oleh xilan maupun xilosa untuk menghasilkan enzim
xilanase. Hemiselulosa TKKS mengandung xilan yang dapat dimanfaatkan menjadi induser
bagi A. fumigatus untuk memproduksi xilanase yang dapat dimanfaatkan untuk menghidrolisis
TKKS. Kendalanya adalah xilan terikat secara kimiawi dengan selulosa dan lignin. Dalam
rangka memisahkan xilan TKKS dari ikatannya dengan selulosa maupun lignin maka
dibutuhkan kondisi proses serta metode perlakuan awal yang tepat. Hal ini merupakan
kebaruan lain dari penelitian disertasi ini.
Metode Fermentasi Fasa Padat umumnya memiliki masalah dalam pembuangan panas dan
homogenitas unggun. Salah satu metode penghilangan akumulasi panas adalah dengan
memasukkan udara lembab dan mengaduk unggun. Lingkungan dalam unggun juga
memerlukan perhatian yang cukup besar karena mempengaruhi kinerja A. fumigatus yang
digunakan. Kadar air unggun dan kandungan nutrisi dalam media produksi merupakan
beberapa variabel di antara banyak variabel penting lainnya.
Penelitian diawali dengan mengevaluasi kinerja proses perlakuan awal hidrotermal dan
organosolv dalam memperoleh xilosa. Berdasarkan hasil yang diperoleh, penelitian dilanjutkan
untuk memverifikasi kondisi proses perlakuan awal hidrotermal TKKS, yaitu temperatur dan
waktu, untuk mendapatkan aktivitas xilanolitik yang tinggi dari ekstrak xilanase kasar yang
dihasilkan. Langkah selanjutnya adalah memproduksi xilanase dalam fermentor nampan
dengan menggunakan TKKS 250 g. Variabel yang diteliti adalah pengudaraan menggunakan
udara jenuh, kelembaban fermentor, pencampuran secara manual, ketersediaan xilan dari
proses perlakuan awal, homogenisasi spora, pengayaan media dengan penambahan xilosa, dan
perpanjangan waktu fermentasi. Kondisi proses terbaik kemudian diterapkan dalam peningkatan kapasitas produksi xilanase menjadi 1 kg TKKS. Tujuh variabel dievaluasi dalam
tiga bagian dan aktivitas xilanolitik dari ekstrak xilanase kasar diukur pada akhir setiap bagian
penelitian. Tahap terakhir adalah pengembangan dan simulasi model untuk mengevaluasi
distribusi udara dan panas dalam fermentor nampan yang digunakan dalam produksi enzim
xilanase. Untuk itu dilakukan pengembangan dan simulasi model fermentasi fasa padat dengan
variasi susunan fermentor secara seri menggunakan dua dan empat ruang serta paralel
menggunakan empat ruang.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa temperatur lebih signifikan daripada waktu dan SL
pada proses perlakuan awal hidrotermal. Baik proses perlakuan awal hidrotermal maupun
organosolv menyebabkan lebih banyak xilan yang dilepaskan berada dalam padatan produk
perlakuan awal namun, proses perlakuan awal hidrotermal menghasilkan perolehan xilosa yang
jauh lebih tinggi daripada proses perlakuan awal organosolv. Kondisi proses perlakuan awal
hidrotermal yang optimal untuk mendapatkan xilosa yang maksimal adalah pada suhu 165°C
selama 7 menit dengan SL 7%. Pada kondisi ini 35% xilan TKKS dapat diubah secara
enzimatis menjadi xilosa. Hasil verifikasi kondisi proses perlakuan awal hidrotermal yang
sesuai untuk produksi xilanase adalah pada suhu 130?C selama 60 menit. Kondisi ini dapat
meningkatkan aktivitas xilanolitik dari ekstrak xilanase kasar yang dihasilkan, dengan aktivitas
selulolitik terendah. Selanjutnya produksi xilanase dengan 250 g TKKS di dalam fermentor
nampan sangat dipengaruhi oleh kelembaban fermentor, diikuti oleh pengudaraan, sehingga
peningkatan kapasitas produksi memerlukan perbaikan distribusi udara pada fermentor
nampan. Hasil evaluasi simulasi model menunjukkan bahwa fermentor dalam susunan seri
menghasilkan sistem yang tidak homogen dan fenomena ini ditunjukkan oleh hasil eksperimen.
Sedangkan susunan fermentor paralel memberikan kondisi fermentor yang homogen sehingga
produktivitasnya lebih baik dibandingkan susunan fermentor seri. Hasil yang diperoleh dari
pemodelan memerlukan validasi lebih lanjut.
Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa TKKS memiliki potensi yang besar sebagai
bahan baku pembuatan xilanase. Mempertimbangkan TKKS merupakan limbah industri,
penggunaan TKKS memperbesar peluang untuk memproduksi xilanase dengan biaya yang
lebih rendah. Fermentor nampan berpotensi untuk ditingkatkan kapasitas produksinya
walaupun terdapat beberapa aspek dan parameter proses yang memerlukan perhatian dan
penelitian lebih lanjut. Potensi tersebut membuat produksi xilanase dari TKKS cukup
menjanjikan.