BAB 1 R Lanjar Grahita Mahardika
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 2 R Lanjar Grahita Mahardika
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 R Lanjar Grahita Mahardika
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 R Lanjar Grahita Mahardika
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 R Lanjar Grahita Mahardika
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA R Lanjar Grahita Mahardika
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Pengolahan bijih emas dengan metode heap leach menggunakan larutan sianida untuk melindi emas dari dalam bijih. Pelindian dengan larutan sianida tersebut juga menyebabkan terlindinya tembaga dalam bijih. Tembaga dalam larutan tidak terambil pada proses adsorpsi sehingga akan terakumulasi dalam larutan dan dapat mengurangi efektifitas adsorpsi emas dan perak. Oleh karenanya, larutan pelindi yang kaya tembaga tidak boleh digunakan lebih lanjut dan harus diolah melalui proses detoksifikasi agar air yang dibuang ke lingkungan memenuhi syarat baku mutu. Proses detoksifikasi menghasilkan tailing yang berbentuk sludge dan memiliki kandungan tembaga tinggi (46%). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan ekstraksi tembaga pada temperatur tinggi dari tailing detoksifikasi tersebut. Selain itu, analisis dari aspek rute proses dan biaya bahan baku dari proses ekstraksi tembaga juga dilakukan dengan bantuan piranti lunak METSIM.
Percobaan diawali dengan preparasi dan karakterisasi tailing proses detoksifikasi dengan menggunakan X-ray Powder Diffraction (XRD), X-ray Fluorescence (XRF), Inductively Coupled Plasma (ICP) dan Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS). Setelah komposisi tailing detoksifikasi diketahui, komposisi bahan imbuh dan penambahan reduktor grafit kemudian ditentukan. Jenis bahan imbuh yang digunakan adalah SiO2 + H3BO3 dan SiO2 + Al2O3 agar terbentuk terak yang dapat dipisahkan dari lelehan logam. Reduksi dilakukan pada temperatur 1100, 1150, 1200, 1250 dan 1300 °C dengan waktu penahanan 2 jam di dalam muffle furnace. Logam hasil reduksi ditimbang untuk dilihat perolehan logam serta diamati dengan menggunakan SEM-EDS untuk mengetahui kadar dan persebaran unsur dalam logam. Dengan menggunakan METSIM, parameter dan kondisi optimum dari percobaan kemudian digunakan untuk mengevaluasi performa teknologi peleburan yang berbeda, yaitu reverberatory furnace dan tanur listrik.
Sistem terak CaO-SiO2-B2O3 menunjukkan perolehan logam yang stabil di kisaran 90% untuk setiap temperatur, dengan perolehan logam tertinggi sebesar 91,52%. Sedangkan pada sistem terak CaO-SiO2-Al2O3, kenaikan perolehan logam sebanding dengan kenaikan temperatur dengan puncak perolehan logam mencapai 100%. Sistem terak CaO-SiO2-Al2O3 dengan temperatur 1250 °C digunakan sebagai basis simulasi METSIM. Hasil simulasi menunjukkan bahwa reverberatory furnace memiliki biaya bahan baku lebih tinggi (Rp1.083.732,71) daripada tanur listrik (Rp640.382,31) pada parameter dan kondisi yang sama.