Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang dapat ditularkan melalui udara atau droplets saat batuk. Indonesia menempati
posisi ketiga sebagai negara tertinggi di Asia Tenggara dengan kasus tuberkulosis, sedangkan Kota
Bandung merupakan kota kedua di Jawa Barat dengan kasus TB tertinggi. Tuberkulosis merupakan
salah satu penyakit kronik yang membutuhkan waktu terapi yang panjang yaitu minimal 6 hingga 8
bulan yang dapat membatasi penderitanya baik secara fisik maupun psikis. Pembatasan tersebut
dapat memunculkan perasaan ketidakmampuan dan tidak bergunanya penderita terhadap
lingkungan sekitarnya sehingga mengganggu kondisi mental penderitanya salah satunya dapat
menimbulkan kecemasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan
pada pasien tuberkulosis paru yang sedang menerima terapi OAT selama minimal 30 hari sejak
tanggal pengobatan pertama di Poliklinik DOTS RS Paru Dr. H. A. Rotinsulu, beserta faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat kecemasan tersebut. Penelitian ini menggunakan desain studi potong
lintang dengan metode retrosprektif dan konkuren. Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 49
subjek penelitian yang terkumpul selama periode penelitian sejak bulan Februari 2020 hingga
Maret 2020. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat
dengan Uji Chi Square. Hasil penelitian berdasarkan hasil pengisian kuesioner Hamilton Anxiety
Rating Scale menunjukkan terdapat 33 orang subjek penelitian (67,3%) mengalami kecemasan
ringan, 10 orang subjek penelitian (20,4%) mengalami kecemasan ringan hingga sedang, 5 orang
subjek penelitian (10,2%) mengalami kecemasan sedang hingga berat, dan 1 orang subjek
penelitian (2%) mengalami kecemasan berat. Faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada
subjek penelitian adalah faktor stres lain yang berkaitan dengan kejadian-kejadian yang terjadi
dalam satu bulan terakhir (p < 0,001). Sedangkan, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, lama terapi, aktivitas fisik, dan kebiasan merokok maupun minum minuman keras
tidak mempengaruhi tingkat kecemasan pada subjek penelitian (p > 0,05).