digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dalam 5 tahun terakhir, industri minyak telah mengalami penurunan harga minyak. Kondisi harga minyak yang panjang ini membuat banyak sumur minyak kehilangan ekonominya untuk memproduksi minyak. Perusahaan dapat memilih untuk meninggalkan sumur-sumur itu dalam keadaan tidak aktif dan menetapkannya sebagai sumur idle. Sumur idle membawa risiko masalah integritas sumur. Masalah ini dapat menyebabkan kebocoran hidrokarbon ke lingkungan yang dapat mengakibatkan dampak ekonomi dan lingkungan yang negatif. Dalam 5 tahun terakhir, sumur-sumur idle di PT SPI telah meningkat, dengan total 2.467 sumur idle pada tahun 2019. Dengan meningkatnya sumur-sumur idle, risiko masalah integritas sumur meningkat kemudian. Didorong oleh kepedulian lingkungan yang semakin besar dan berakhirnya production sharing contract (PSC) yang akan datang, PT SPI saat ini fokus pada pengurangan liabilitas lingkungannya secara signifikan. Mendukung tujuan tersebut, tim Well Integrity and Plug & Abandonment Sumur (WIPA), tim yang mengelola integritas sumur di PT SPI, melakukan upaya untuk mengurangi risiko insiden integritas sumur di sumur idle. Menggunakan Focus Group Discussion (FGD) dan problem tree analysis, disimpulkan bahwa banyak sumur idle berisiko tinggi yang belum dilakukan plug and abandonment (P&A) meningkatkan risiko insiden integritas sumur. Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang tingkat risiko pada sumur idle dan fakta bahwa pemilihan kandidat P&A saat ini hanya fokus pada sumur dengan masalah sumur bor parah. Berdasarkan masalah ini, penelitian ini menggabungkan Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) untuk mengembangkan model pengambilan keputusan multi kriteria hybrid sebagai kerangka kerja penilaian risiko untuk memprioritaskan sumur idle risiko tinggi untuk kegiatan P&A. Dalam kerangka penilaian, tingkat risiko dievaluasi berdasarkan kondisi permukaan, kondisi bawah permukaan, dan faktor-faktor paparan publik pada setiap sumur kosong. Faktor-faktor ini diperluas lebih lanjut ke dalam 13 subkriteria: kebocoran kepala sumur, pembatas casing/tubing, kondisi kepala sumur, gantungan tabung, idle durasi, usia sumur, puncak semen, kebocoran pada tanah/cellar, HIS pada well pad, pagar, jarak bangunan, bangunan dalam jarak 150 m dan jarak ke air permukaan. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat risiko insiden integritas sumur pada sumur idle akan berkurang setelah rencana mitigasi selesai dilaksanakan. Tingkat risiko yang tidak dapat diterima akan dihilangkan dengan melakukan pekerjaan P&A pada 247 sumur idle dengan risiko tinggi. Frekuensi level As Low As Reasonably Practicable (ALARP) diharapkan dapat dikurangi juga. Sistem pendukung keputusan (DSS) berdasarkan model dikembangkan untuk memastikan aksesibilitas dan pengulangan proses pengambilan keputusan. Hasil empiris dari penelitian ini dapat menjadi acuan bagi perusahaan minyak dalam menilai tingkat risiko pada sumur idle untuk menyusun rencana pengelolaan sumur idle dan memitigasi kewajibannya