Pohon sagu (Metroxylon sagu Rottb.) adalah salah satu makanan pokok yang merupakan tumbuhan asli Maluku dan Papua. Tumbuhan ini telah diintroduksi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Pulau Lingga, Kepulauan Riau. Di Pulau Lingga saat ini, minat masyarakat terhadap sagu menurun, sehingga muncul kekhawatiran akan hilangnya kearifan lokal yang dimiliki masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat lokal Pulau Lingga mengenai sagu dari aspek biologi dan pemanfaatannya. Penelitian dilakukan selama tiga bulan (Desember 2017-Februari 2018) dengan pengambilan data melalui wawancara semi-terstruktur menggunakan metode purposive sampling serta observasi partisipatif. Wawancara dilakukan terhadap 17 informan kunci yang merupakan penduduk asli. Informan adalah pemilik atau pekerja kebun sagu di tujuh desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sagu telah ditanam sekitar 200 tahun yang lalu di Pulau Lingga dan sejak saat itu dibiarkan tumbuh liar. Masyarakat mengenal dua varietas lokal yaitu sagu bembam dan sagu langos yang bisa dibedakan oleh masyarakat berdasarkan kehadiran duri serta kualitas panennya. Masyarakat juga dapat membedakan enam tahapan hidup sagu yang mirip dengan tahapan hidup yang dikemukakan Flach (1997) dan tahapan hidup yang dikenal juga oleh masyarakat Ambon. Masyarakat lokal juga telah memanfaatkan sagu sebagai bahan bangunan, bahan bakar, pupuk, dan pakan serta mengolah sagu untuk berbagai makanan tradisional.