digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Budi Triyono
PUBLIC Open In Flip Book Irwan Sofiyan

Sampah kota atau municipal solid waste (MSW) merupakan permasalahan kompleks di kota-kota besar di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Saat ini pengelolaan sampah kota hanya dikumpulkan dan lalu dibuang ke tempat pembuangan akhir. Di sisi lain, isu ketahanan energi nasional juga menjadi masalah yang harus dipikirkan. Pemanfaatan sampah kota menjadi bahan bakar padat dapat menjadi solusi untuk kedua masalah tersebut. Hambatan terbesar dalam pemanfaatan sampah kota sebagai bahan bakar padat di negara-negara berkembang seperti Indonesia adalah kandungan air yang tinggi, ukuran dan bentuk yang tidak beraturan, dan kesulitan untuk memilah karena bercampurnya sampah plastik dan sampah organik. Ada beberapa teknik untuk memanfaatkan sampah kota menjadi bahan bakar, yaitu pembakaran langsung, bio-gasifikasi, torefaksi kering (karbonisasi), dan torefaksi basah. Berdasarkan studi literatur, torefaksi basah atau wet torrefaction (WT) bisa menjadi proses pra-perlakuan yang tepat untuk sampah kota campuran karena tidak memerlukan pengeringan awal dan sampah campuran organik-plastik dapat diproses tanpa penyortiran awal. Berdasarkan hasil survei lapangan di beberapa tempat pembuangan sementara (TPS) dan tempat pembuangan akhir (TPA) kota Bandung pada tahun 2016, komposisi sampah kota tidak daur ulang didominasi oleh sampah daun (34,67%), sisa makanan (23,33%), sisa sayuran (14,33%), sisa buah (11,00%), dan plastik tidak daur ulang (16,67%). Rangkaian percobaan dan analisis tahap pertama dilakukan untuk menyelidiki pengaruh WT terhadap peningkatan sifat bahan bakar dari setiap komponen sampah. Lima jenis sampel dipilih untuk mewakili lima jenis limbah di sampah kota dengan fraksi massa tertinggi yang ditemukan dalam survei lapangan: daun pohon mahoni, sisa nasi, batang daun singkong, kulit pisang, dan plastik bungkus mie instan. Setiap sampel ditorefaksi basah dalam empat kondisi: 150, 175, 200 dan 225 ºC dengan waktu penahanan 30 menit. Hasil percobaan menunjukkan bahwa temperatur operasi yang lebih tinggi akan meningkatkan nilai kalor, diikuti oleh penurunan mass yield sebagai konsekuensi dari tingkat keparahan proses. Namun, torefaksi sisa makanan menunjukkan karakteristik yang berbeda: peningkatan nilai kalor diikuti oleh peningkatan mass yield. Ini unik dan berbeda dari hasil torefaksi basah pada limbah organik lainnya. Tahap penelitian ini juga menghasilkan persamaan untuk memprediksi beberapa sifat bahan bakar dari produk torefaksi dari sampah campuran namun masih menggunakan asumsi tidak ada interaksi antar komponen sampah sehingga disebut sebagai non-interaction equation. Studi eksperimental tahap kedua dilakukan untuk menyelidiki efek torefaksi basah pada peningkatan sifat bahan bakar sampah kota campuran organik-plastik dengan komposisi sesuai hasil survei lapangan sebelumnya. Percobaan dilakukan dengan reaktor bervolume 2,5 L yang dilengkapi sistem pengadukan dengan variasi temperatur (150, 175, 200 dan 225 °C) serta beberapa variasi waktu penahanan dan solid load. Hasil penelitian menunjukkan bahwa torefaksi basah pada temperatur 200 °C dengan waktu penahanan 30 menit dan solid load 1: 2.5 adalah kondisi optimal, menghasilkan produk padat dengan bentuk fisik yang seragam dengan ukuran partikel yang relatif kecil dan homogen, nilai kalor (HHV) 33,01 MJ/kg, dan energy yield sekitar 89%. Proses torefaksi basah tidak hanya cocok untuk mengonversi sampah kota campuran organik dan plastik menjadi bahan bakar padat dengan kepadatan energi tinggi, tetapi juga dapat digunakan untuk menghasilkan produk organik terpisah yang dapat digunakan sebagai bahan bakar padat dan produk plastik yang dapat disiapkan untuk proses lanjutan, seperti pirolisis untuk menghasilkan bahan bakar cair atau proses daur ulang. Perbandingan antara sifat bahan bakar yang dihasilkan oleh data eksperimen sampah campuran dan data hasil perhitungan menggunakan persamaan non-interaksi menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil yang signifikan. Ini membuktikan hipotesis bahwa ada interaksi antara komponen sampah campuran selama proses torefaksi basah berlangsung. Oleh karena itu, percobaan tahap ketiga dilakukan untuk menyelidiki interaksi antara komponen sampah dan hasilnya menunjukkan bahwa interaksi antara sampah daun, sisa sayuran dan sisa buah relatif kecil dan dapat diabaikan. Namun, limbah makanan (pati) berinteraksi signifikan dengan sampah daun, sisa sayuran dan sisa buah. Eksperimen tahap keempat dilakukan untuk mendapatkan data yang selanjutnya dapat dianalisis dengan response surface methodology (RSM) untuk menghasilkan persamaan interaction correction number (ICN). Dengan menambahkan persamaan ICN pada persamaan non-interaksi maka dihasilkan persamaan yang diusulkan atau proposed equation yang dapat digunakan untuk memprediksi sifat bahan bakar produk torefaksi basah, yaitu: mass yield, nilai kalor, zat volatil, karbon tetap, kandungan abu, kandungan karbon, kandungan hidrogen, kandungan oksigen, kandungan nitrogen, dan kandungan sulfur. Serangkaian eksperimen juga dilakukan untuk memvalidasi proposed equation. Hasil validasi menunjukkan bahwa prediksi data yang dihasilkan oleh proposed equation umumnya lebih mendekati data eksperimen (riil) dibandingkan hasil perhitungan menggunakan persamaan non-interaksi. Hal ini membuktikan bahwa persamaan yang diusulkan dapat digunakan untuk memprediksi sifat bahan bakar produk torefaksi basah untuk berbagai komposisi sampah dan temperatur operasi. Studi ini memberikan empat kontribusi ilmiah: (1) mekanisme torefaksi basah untuk biomassa berbasis pati, (2) interaksi antara sampah organik (berbasis lignoselulosa dan pati) selama proses torefaksi basah, (3) proposed equation untuk memprediksi sifat bahan bakar produk torefaksi basah, dan (4) metode alternatif untuk mencampur atau memisahkan sampah kota campuran.