Antibiotik merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan di unit bedah sebagai profilaksis
pembedahan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi luka operasi (ILO) dan sebagai terapi
empiris untuk menangani penyakit pasien. Keputusan penggunaan antibiotik pada pasien di unit bedah
perlu dilakukan dalam waktu yang cepat karena mayoritas pasien membutuhkan penanganan segera.
Penggunaan antibiotik ini perlu pemantauan khusus karena jika tidak digunakan dengan tepat dapat
memicu terjadinya resistensi bakteri yang akan membuat infeksi semakin sulit untuk disembuhkan,
meningkatkan biaya kesehatan, dan meningkatkan risiko munculnya efek samping. Pemantauan
penggunaan antibiotik khususnya golongan sefalosporin generasi I dan III belum pernah dilakukan di
unit bedah umum salah satu rumah sakit (RS) di Kota Cimahi secara terus-menerus. Oleh karena itu,
dilakukan penelitian untuk mengevaluasi penggunaan sefalosporin generasi I dan III di unit bedah
umum sebagai salah satu kegiatan jaminan mutu yang berorientasi pada efektivitas terapi dan
keamanan pasien. Penelitian ini merupakan studi observasi dengan desain retrospektif yang dilakukan
pada pasien dewasa dan lansia rawat inap di unit bedah umum pada bulan Januari hingga Maret 2014.
Data yang dikumpulkan didapat dari rekam medik pasien yang berupa data pasien (nomor rekam
medik, nama pasien, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk dan keluar rumah sakit, status bayar,
nama dokter, alasan masuk dan keluar rumah sakit, dan keadaan klinis pasien), data penyakit
(diagnosa penyakit dan riwayat penyakit), data penggunaan obat (nama obat, kekuatan dan bentuk
sediaan, golongan terapi obat, dosis, rute pemberian, dan tanggal mulai dan berhenti menggunakan
obat), dan data hasil pemeriksaan laboratorium (jenis pemeriksaan, tanggal pemeriksaan, dan hasil
yang diperoleh). Penilaian ketepatan penggunaan antibiotik didasarkan terhadap kriteria penggunaan
obat (KPO) yang telah disusun sebelumnya berdasarkan pustaka mutakhir. KPO tersebut berisi nama
obat, indikasi, dosis, bentuk dan kekuatan sediaan, kontraindikasi, aturan pakai, efek samping,
interaksi obat, stabilitas, dan perhatian untuk pasien. Ketidaktepatan penggunaan
antibiotik/keberadaan drug related problem (DRP) dianalisis berdasarkan algoritma Gyssens. Jumlah
pasien yang diteliti adalah 245 pasien dan obat golongan sefalosporin generasi I dan III yang
dievaluasi meliputi sefadroksil, sefotaksim, seftriakson, seftazidim, sefiksim, sefoperazon,
seftizoksim, dan sefditoren. Ditemukan 204 kasus potensial DRP yang terdiri dari 32 kasus kategori V
(obat tanpa indikasi), 156 kasus kategori IIIb (durasi terlalu singkat), 11 kasus kategori IIb (tidak tepat
interval pemberian), dan 5 kasus kategori tidak terklasifikasi (indikasi tanpa pengobatan). Ditemukan
pula 113 kasus kategori VI (rekam medik tidak lengkap/tidak dapat dievaluasi). Potensi kejadian DRP
adalah sekitar 1 kasus per pasien dan antibiotik yang paling banyak digunakan secara tidak tepat
adalah seftriakson (36,68%).