digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Teknologi akustik bawah air atau underwater acoustics dapat didefinisikan sebagai teori mengenai gelombang suara dan perambatannya di suatu medium, dimana medium yang ada dapat berupa air maupun udara. Metode yang digunakan dalam pemodelan propagasi (perambatan) akustik bawah air ini adalah metode ray-tracing dengan menggunakan program MATLAB untuk membantu perhitungannya. Dan lokasi peninjauan berada di perairan Selat Karimata, Laut Maluku, dan Laut Banda, dimana tiap lokasi tinjau akan dibagi menjadi 10 titik stasiun peninjauan untuk mempermudah perhitungan. Analisis yang digunakan adalah untuk menentukan lokasi transducer yang paling optimal yang menghasilkan luas shadow zone paling minimum untuk setiap lokasi tinjau. Dalam perhitungannya, diasumsikan bahwa tidak ada kehilangan energi gelombang suara akibat perambatan maupun pemantulan pada permukaan dan dasar laut. Data-data yang dibutuhkan untuk melakukan pemodelan adalah data temperatur, salinitas, dan kedalaman masing-masing titik tinjauan. Data cepat rambat suara dalam air didapat melalui persamaanpersamaan empiris cepat rambat suara, yaitu persamaan Medwin, Leroy, dan MacKenzie. Setelah didapat data cepat rambat suara, fungsi cepat rambat suara terhadap kedalaman perairan didapat melalui pendekatan polinomial pada data cepat rambat suara. Selanjutnya pemodelan propagasi akustik bawah air dilakukan dengan menyelesaikan persamaan diferensial yang diturunkan dari persamaan wave equation dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde ke-4 dengan menggunakan bantuan program MATLAB dan menghasilkan plot ray tracing yang akan digunakan dalam analisis lokasi shadow zone. Dalam tugas akhir ini, data temperatur, salinitas, dan cepat rambat suara didapatkan dari database 2009 World Ocean Atlas dan kedalaman tiap lokasi tinjau didapatkan dari program Google Earth. Kemudian setelah dilakukan pengecekan didapatkan bahwa persamaan empiris cepat rambat suara yang digunakan adalah persamaan empiris Medwin untuk Selat Karimata dan persamaan empiris Mackenzie untuk Laut Maluku dan Laut Banda. ii Selanjutnya dalam penentuan fungsi cepat rambat suara digunakan persamaan polinomial orde 4 untuk lokasi tinjau Selat Karimata, orde 21 untuk lokasi tinjau Laut Maluku, dan orde 23 untuk lokasi tinjau Laut Banda. Setelah dilakukan perhitungan dan pemodelan lokasi shadow zone pada tiap lokasi tinjau, didapatkan bahwa untuk lokasi tinjau Selat Karimata, penempatan transducer paling optimal adalah pada lapisan well-mixed yang menghasilkan luas shadow zone 0% dari luas perairan tinjau, untuk lokasi tinjau Laut Maluku , penempatan transducer paling optimal adalah pada lapisan well-mixed yang menghasilkan luas shadow zone 47.4% dari luas perairan tinjau, dan untuk lokasi tinjau Laut Banda, penempatan transducer paling optimal adalah pada lapisan well-mixed yang menghasilkan luas shadow zone 46.8% dari luas perairan tinjau.