Teknologi akustik bawah air atau underwater acoustics dapat didefinisikan sebagai teori
mengenai gelombang suara dan perambatannya di suatu medium, dimana medium yang
ada dapat berupa air maupun udara.
Metode yang digunakan dalam pemodelan propagasi (perambatan) akustik bawah air ini
adalah metode ray-tracing dengan menggunakan program MATLAB untuk membantu
perhitungannya. Dan lokasi peninjauan berada di perairan Selat Karimata, Laut Maluku, dan
Laut Banda, dimana tiap lokasi tinjau akan dibagi menjadi 10 titik stasiun peninjauan untuk
mempermudah perhitungan. Analisis yang digunakan adalah untuk menentukan lokasi
transducer yang paling optimal yang menghasilkan luas shadow zone paling minimum untuk
setiap lokasi tinjau.
Dalam perhitungannya, diasumsikan bahwa tidak ada kehilangan energi gelombang suara
akibat perambatan maupun pemantulan pada permukaan dan dasar laut. Data-data yang
dibutuhkan untuk melakukan pemodelan adalah data temperatur, salinitas, dan kedalaman
masing-masing titik tinjauan. Data cepat rambat suara dalam air didapat melalui persamaanpersamaan
empiris cepat rambat suara, yaitu persamaan Medwin, Leroy, dan MacKenzie.
Setelah didapat data cepat rambat suara, fungsi cepat rambat suara terhadap kedalaman
perairan didapat melalui pendekatan polinomial pada data cepat rambat suara. Selanjutnya
pemodelan propagasi akustik bawah air dilakukan dengan menyelesaikan persamaan
diferensial yang diturunkan dari persamaan wave equation dengan menggunakan metode
Runge-Kutta orde ke-4 dengan menggunakan bantuan program MATLAB dan menghasilkan
plot ray tracing yang akan digunakan dalam analisis lokasi shadow zone.
Dalam tugas akhir ini, data temperatur, salinitas, dan cepat rambat suara didapatkan dari
database 2009 World Ocean Atlas dan kedalaman tiap lokasi tinjau didapatkan dari program
Google Earth. Kemudian setelah dilakukan pengecekan didapatkan bahwa persamaan
empiris cepat rambat suara yang digunakan adalah persamaan empiris Medwin untuk Selat
Karimata dan persamaan empiris Mackenzie untuk Laut Maluku dan Laut Banda.
ii
Selanjutnya dalam penentuan fungsi cepat rambat suara digunakan persamaan polinomial
orde 4 untuk lokasi tinjau Selat Karimata, orde 21 untuk lokasi tinjau Laut Maluku, dan orde
23 untuk lokasi tinjau Laut Banda. Setelah dilakukan perhitungan dan pemodelan lokasi
shadow zone pada tiap lokasi tinjau, didapatkan bahwa untuk lokasi tinjau Selat Karimata,
penempatan transducer paling optimal adalah pada lapisan well-mixed yang menghasilkan
luas shadow zone 0% dari luas perairan tinjau, untuk lokasi tinjau Laut Maluku , penempatan
transducer paling optimal adalah pada lapisan well-mixed yang menghasilkan luas shadow
zone 47.4% dari luas perairan tinjau, dan untuk lokasi tinjau Laut Banda, penempatan
transducer paling optimal adalah pada lapisan well-mixed yang menghasilkan luas shadow
zone 46.8% dari luas perairan tinjau.