Peran pendidikan sains dan teknologi secara informal salah satunya dipegang oleh
pusat peraga sains dan teknologi atau science center. Namun, science center di
Indonesia masih memiliki kekurangan dari segi pengalaman pengunjung, dimana
pengunjung hanya disebar dalam sebuah ruang peraga tanpa adanya upaya desain
yang membantu pengunjung untuk memahami sains dan teknologi secara jelas
dan interaktif.
Untuk merancang science center yang mendukung pengalaman pengunjung,
dibutuhkan pendekatan dari segi psikologi lingkungan yang mencakup teori
restorasi dan teori preferensi oleh Kaplan. Teori restorasi memberikan kriteria
desain yang memudahkan pengunjung untuk fokus terhadap peraga yang
ditampilkan. Hal ini memastikan ilmu yang dimaksud dapat tertangkap dengan
baik oleh pengunjung. Sementara, teori preferensi memberikan kriteria desain
yang mempengaruhi persepsi pengunjung. Hal ini memberikan variasi suasana
dan kesan bagi pengunjung. Tentu saja, teori ini dilengkapi dengan sub-teori
lainnya seperti psikologi warna, pencahayaan, dan sirkulasi.
Dari teori-teori tersebut, didapatkan konsep desain science center yang
mendukung pengalaman pengunjung. Perhatian terhadap sekuens, perencanaan
eksibisi, penentuan suasana ruang, serta kesan bangunan sangat dipertimbangkan
dalam rancangan. Dengan mengikuti konsep tersebut, desain mampu memperkaya
pengalaman pengunjung dan menghindari kemonotonan. Penemuan ini pun
membuka peluang aplikasi baru dari teori restorasi dan preferensi untuk tidak
hanya berkembang dalam desain penyembuhan atau healing architecture saja, tapi
juga untuk desain yang membutuhkan elemen interaktif seperti science center
maupun bangunan eksibisi lainnya.