digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Andik Yulianto
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

Perubahan paradigma dalam pengolahan limbah dilakukan untuk mendapatkan manfaat tambahan dari air limbah terolah. Dengan menggunakan metode pengolahan yang tepat, air limbah dapat diubah menjadi sumberdaya. Aplikasi biomassa granular aerobik (BGA) berpotensi untuk memenuhi tujuan tersebut, khususnya pengolahan nutrien di dalam air limbah. Selama ini, penggunaan BGA untuk pengolahan air limbah lebih banyak berbasis pada Sequencing Batch Reaktor (SBR). Penelitian-penelitian di dalam penggunaan Reaktor SBR untuk BGA menunjukkan unjuk kerja yang memuaskan baik dalam pembentukan maupun pemanfaataannya. SBR dengan BGA juga telah diaplikasikan pada skala penuh. Meskipun demikian, penggunaan SBR tidak lepas dari permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain berupa kebutuhan lahan tambahan untuk buffer tank dan tidak mudahnya pengubahan mode operasi dari lumpur aktif konvensional ke SBR. Hal ini memberikan ruang untuk penelitian lebih lanjut penggunaan reaktor dengan tipe yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemungkinan pembentukan dan aplikasi BGA dengan menggunakan reaktor kontinu berbasis Biological Airlift Reactor (BAR). Penelitian dilakukan pada beberapa tahapan dengan air limbah artifisial menggunakan natrium asetat sebagai substrat. Tahap awal adalah mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada pembentukan BGA pada SBR. Faktor tersebut adalah laju aerasi, rasio tinggi terhadap diameter reaktor (H/D) dan rasio COD/N. Pada masing-masing faktor tersebut dilakukan variasi, sehingga didapatkan komposisi terbaik, yaitu laju aerasi 3 l/menit, rasio COD/N 100:20, dan rasio H/D 1:14. Tahap berikutnya adalah mendisain dan melakukan percobaan awal pada BAR, dan melakukan modifikasi pada operasi BAR berupa aerasi intermitent dan memodifikasi reaktor pada top clearance BAR. Hasil percobaan pada SBR menunjukkan laju aerasi memiliki pengaruh terhadap karakteristik granular yang terbentuk. Supervicial air upflow velocity (SUAV) diatas 1,53 m/menit dapat menciptakan gaya geser hidrodinamika yang terlalu besar untuk pembentukan granular aerob secara optimum sehingga pembentukan granular aerob tidak berjalan optimum dan akan merusak granular aerob yang telah terbentuk. Hasil percobaan menunjukkan laju aerasi 3 l/menit memberikan hasil paling optimum untuk reaktor SBR. Selain itu pembentukan BGA pada SBR juga dipengaruhi variasi rasio H/D, dimana pada rasio H/D yang tinggi akan lebih cepat mencapai kondisi optimum. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi optimum untuk pembentukan granular dengan sistem SBR adalah pada rasio H/D 14 dengan waktu operasi optimum selama 18 hari. Rasio C/N juga berpengaruh pada pembentukan dan kestabilan BGA pada reaktor SBR. Dari hasil percobaan didapatkan rasio yang memiliki kualitas terbaik sebesar 100:20. BAR aliran kontinu yang didisain berdasarkan laju aerasi 3 l/menit, COD/N 100:20, dan rasio H/D 1:14 dengan beban 2,5 Kg COD/m3.hari dapat membentuk BGA. BGA mulai terbentuk pada minggu ketiga dan mempunyai karakteristik SVI, diameter dan kecepatan pengendapan di bawah BGA pada SBR yang digunakan sebaga dasar disain. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh HRT dan selektivitas mikroorganisme pembentuk BGA. Semakin kecil HRT maka akan menaikkan nilai SVI, menurunkan diameter dan kecepatan pengendapan BGA. Hal ini dapat diperbaiki dengan aerasi inttermiten dan memodifikasi top clearance. Mode operasi aerasi intermitten memperbaiki dan mempertahankan BGA yang terbentuk. Dengan aerasi intermitten, kondisi aliran di dalam reaktor akan memperbaiki selektivitas mikroorganisme pada pembentukan BGA. BAR beraliran kontinu dengan aerasi inttermittent, pada waktu tinggal 6 jam dan beban 2,5 kg COD/hari, mempunyai efisiensi penyisihan COD maksimum 83,7% dan amonium 57,4%. Dibandingkan dengan SBR dengan laju aerasi 3 l/menit, H/D 1:14 dan COD/N 100:20 mempunyai efisiensi penyisihan COD maksimum 83% dan amonium 60%. Sehingga tidak terdapat perbedaan efisiensi penyisihan COD dan amonium yang signifikan.