digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Gregorius Gilang Satrio Nugroh
Terbatas Irwan Sofiyan
» ITB

COVER Gregorius Gilang Satrio Nugroh
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Gregorius Gilang Satrio Nugroh
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Gregorius Gilang Satrio Nugroh
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Gregorius Gilang Satrio Nugroh
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Gregorius Gilang Satrio Nugroh
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Gregorius Gilang Satrio Nugroh
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Gregorius Gilang Satrio Nugroh
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Biosurfaktan merupakan senyawa aktif permukaan (deterjen) yang mudah didegradasi secara alami (ramah lingkungan), bersifat nontoksik, efektif pada beragam kondisi lingkungan, dan mampu bekerja secara lebih selektif dibandingkan surfaktan sintetik (kimiawi). Hal ini menyebabkan tingginya permintaan global akan biosurfaktan yang mencapai 12,5 juta ton per tahun. Namun, tingginya permintaan ini tidak diimbangi oleh suplai yang mencukupi. Tingkat produksi biosurfaktan masih sangat rendah akibat rendahnya produktivitas (yield) mikroba penghasil sehingga tidak memungkinkan untuk diproduksi secara ekonomis. Penelitian terdahulu telah berhasil meningkatkan produktivitas mikroba melalui strategi optimasi nutrisi dan kondisi pertumbuhan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemuliaan strain mikroba penghasil biosurfaktan melalui peningkatan yield menggunakan strategi adaptive laboratory evolution (ALE) terhadap toleransi deterjen sintetis serta melihat pengaruhnya terhadap karakteristik biosurfaktan yang dihasilkan. Dilakukan isolasi bakteri indigen termofilik hidrokarbonoklastik yang mampu menghasilkan biosurfaktan dari sumur minyak bumi X, Jawa Barat untuk memperoleh strain wild-type (WT) dan diadaptasikan pada peningkatan konsentrasi deterjen Cetil-Trimetil Amonium Bromida (CTAB) secara bertahap (perlakuan ALE) agar diperoleh strain-strain resisten. Strain resisten terpilih dikomparasikan dengan strain wild-type berdasarkan kemampuan produksi biosurfaktan (yield, laju produksi) dan karaktersitik biosurfaktan (aktivitas biosurfaktan dan analisis struktural). Dilakukan juga analisis kestabilan sifat resistensi dan korelasinya dengan peningkatan produksi biosurfaktan strain resisten hingga generasi 30. Hasil menunjukkan diperolehnya isolat penghasil biosurfaktan (ABG2) dan strain resisten CTAB 7 ppm (KG7’) dengan % reduksi IFT 3,2 kali lebih besar (23,5±1,3%) dibandingkan WT (7,4±0,7%). Uji komparatif menunjukkan perbedaan dinamika produksi biosurfaktan yang ditunjukan oleh nilai yield (Yp/x) yang meningkat 2,6 kali lipat (18,75±1,53mg/108CFU) dibandingkan WT (7,07±0,89mg/108CFU), tetapi laju produksi signifikan lebih rendah (53,75±6,48mg/L/jam) dibandingkan WT (140,83±10,6mg/L/jam). Aktivitas biosurfaktan KG7’ pada berbagai kondisi lingkungan kurang stabil dibandingkan WT dan biosurfaktan keduanya merupakan lipopeptida. Uji kestabilan performa KG7’ juga menunjukkan ketidakstabilan hingga generasi 30. Penelitian ini menunjukkan bahwa berhasil dilakukan peningkatan produktivitas biosurfaktan melalui strategi ALE atas dasar peningkatan resistensi CTAB, tetapi perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut dalam hal laju produksi, kestabilan aktivitas biosurfaktan, dan kestabilan performa strain resisten.