digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Laksmiyanti Annake H N
PUBLIC Irwan Sofiyan

Fenomena peralihan malam menuju siang akibat rotasi Bumi dikenal dengan sebutan waktu fajar. Pengamatan fenomena fajar berarti mengamati perubahan kecerahan langit dari gelap menuju terang. Waktu fajar berawal saat posisi Matahari masih di bawah ufuk namun cahayanya mulai dihamburkan oleh atmosfer Bumi bagian atas dan bergerak semakin terang hingga terbit. Sejak lama manusia telah mengamati dan berupaya memahami sifat dan perilaku proses fajar terutama berkaitan dengan posisi Matahari dan pengaruh atmosfer Bumi yang kompleks. Penetapan posisi atau besar sudut depresi Matahari saat awal fajar diperlukan dalam kepentingan praktis menentukan waktu ibadah salat Subuh. Menentukan waktu fajar dilakukan dengan mengamati perubahan kecerahan langit yang secara akurat menggunakan alat bantu pengukur cahaya berupa fotometer, yaitu Sky Quality Meter (SQM). Pengamatan dilakukan di lima lokasi berbeda untuk mendapatkan nilai kecerahan langit dengan ketinggian dan tingkat polusi cahaya yang bervariasi, yaitu di Imah Noong-Lembang, pantai Tayu-Pati, dermaga Branta-Madura, desa Pengkol-Pasuruan dan Observatorium e-Maya- Subang. Pantai Tayu merepresentasikan daerah bebas polusi cahaya sementara dermaga Branta adalah daerah yang mendapat banyak pengaruh dari lampu kapal nelayan. Imah Noong, Pasuruan dan Observatorium e-Maya merupakan daerah pinggiran kota yang mendapat pengaruh penerangan dari pemukiman. Kecerahan langit diukur dengan interval waktu per 1 dan 10 detik pada hari tertentu dengan memperhatikan kondisi cuaca dan fase Bulan. Pengolahan data dalam menentukan nilai perubahan kecerahan langit menggunakan metode gradien (slope) atau perubahan kecerahan langit terhadap waktu, rerata nilai beda kecerahan langit pada rentang waktu tertentu (moving average) dan aproksimasi kurva (curve fitting). Hal ini ditujukan untuk memperoleh hasil yang akurat dan mendapatkan metode yang konsisten sehingga dapat digunakan dalam pengolahan data pengamatan kecerahan langit fajar berikutnya. Hasil yang diperoleh menggunakan serangkaian metode tersebut menunjukkan konsistensi waktu indikasi kemunculan cahaya fajar di setiap lokasi. Adapun rata-rata waktu kemunculan cahaya fajar berdasar data 3? di Imah Noong pada pukul 4:53 WIB atau saat sudut depresi Matahari sebesar -16,40°, kemudian berturut-turut di pantai Tayu pukul 4:14 WIB; -20,94°, dermaga Branta pukul 4:40 WIB; -14,39°, desa Pengkol pukul 4:36 WIB; -16,21° dan Observatorium e-Maya pukul 4:52 WIB; -16,40°.