digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Wibawa Kresnandi
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 1 Wibawa Kresnandi
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 2 Wibawa Kresnandi
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 3 Wibawa Kresnandi
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 4 Wibawa Kresnandi
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 5 Wibawa Kresnandi
PUBLIC Alice Diniarti

PUSTAKA Wibawa Kresnandi
PUBLIC Alice Diniarti

Mesin roll sheeter digunakan di industri karet alam untuk mengolah getah karet beku menjadi karet lembaran. Mesin roll sheeter yang ada di lingkungan PT Perkebunan Nusantara VIII sudah digunakan sejak tahun 1970, konstruksinya masih sangat sederhana sehingga kinerjanya tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini. Getah karet beku dengan tebal rata-rata 30,0 mm digiling menjadi karet lembaran dengan tebal antara 2,5 – 5,0 mm , karena transmisi putaran rol atas dan rol bawah menggunakan hubungan roda gigi secara langsung, hal ini mengakibatkan jarak antara rol atas dan rol bawah tidak bisa diatur sesuai kondisi bahan baku, tuntutan kualitas dan efisiensi. Tebal karet lembaran yang dihasilkan hanya mencapai 5,0 mm, proses produksi berjalan lambat, ketebalan karet lembaran tidak seragam, banyak gelembung udara, dan terjadi pemborosan penggunaan kayu bakar pada proses pengeringan karet. Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi mesin yang ada dengan menambahkan sepasang roda gigi penghubung pada setiap stasion rol, dengan demikian jarak antara rol atas dan rol bawah dapat diatur. Dengan menambahkan sepasang roda gigi penghubung maka dudukan rol harus dirancang ulang, sedangkan komponen mesin yang lain masih dapat digunakan. Dengan adanya kemudahan untuk mengatur jarak antara rol atas dan rol bawah maka proses produksi dapat disesuaikan terhadap kondisi bahan baku, tuntutan kualitas dan efisiensi. Proses produksi berjalan dengan sinkron sehingga dapat mengurangi jumlah tenaga kerja yang mengoperasikan mesin roll sheeter ini. Mesin hasil modifikasi ini dapat menghasilkan karet lembaran dengan tebal kurang lebih 3,0 mm dan ketebalan karet lembaran menjadi seragam. Proses produksi hanya membutuhkan 2 orang tenaga kerja, lebih efisien karena proses pengeringan lebih cepat, dan penggunaan kayu bakar berkurang (sekitar 60% dibandingkan penggunaan kayu bakar dengan mesin lama).