COVER Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti BAB 1 Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti BAB 2 Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti BAB 3 Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti BAB 4 Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti BAB 5 Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti BAB 5 Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti BAB 5 Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti BAB 5 Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti BAB 5 Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti BAB 6 Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti BAB 7 Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti PUSTAKA Witanti Nur Utami
PUBLIC Alice Diniarti
Kawasan pusat kota memiliki daya tarik dalam menarik seseorang untuk
berkunjung maupun bekerja di kawasan tersebut, tentunya dalam menjalankan
aktivitas di kawasan tersebut khususnya kegiatan berjalan kaki, terdapat
kebutuhan yang seharusnya menjadi pertimbangan di dalam memenuhi fasilitas
bagi pejalan kaki yaitu adanya keberadaan ruang transisi. Sejauh ini, kebutuhan
ruang transisi di perkotaan Indonesia belum jelas diatur dan dipertimbangkan
terkait perancangan ruang transisi yang seperti apa yang dapat digunakan oleh
pejalan kaki di pusat kota. Selain itu, belum adanya studi terkait aspek-aspek
yang perlu diperhatikan di dalam perancangan kebutuhan ruang transisi di
perkotaan dari sisi pejalan kaki. Tujuan penelitian ini untuk merancang
kebutuhan ruang transisi di CBD melalui pendekatan preferensi pejalan kaki
pengunjung dan pekerja. Selain preferensi, yang perlu dilihat dalam merancang
ruang transisi yaitu analisa terhadap kondisi, potensi serta faktor-faktor yang
mempengaruhi keberadaan ruang transisi. Hasil penelitian menunjukkan
preferensi terkait bentuk ruang transisi pada kawasan pusat Kota Bandung yang
paling diminati oleh pejalan kaki pengunjung dan pekerja merupakan ruang
transisi dengan bentuk external public space yaitu jenis pedestrian mall. Selain
itu, dihasilkan rumusan prinsip perancangan secara umum untuk ruang transisi
dalam konteks kawasan CBD berdasarkan komponen bentuk, akses, dan karakter
ruangnya. Rumusan prinsip tersebut disusun menjadi lebih rinci melalui
aplikasinya terhadap masing-masing bentuk/jenis ruang transisi yang ada di
kawasan pusat Kota Bandung dengan didasarkan atas kondisi/karakteristik serta
potensi dan faktor pertimbangan yang perlu diperhatikan di dalam merancang
ruang transisi.