Dengan maraknya pembangunan infrastruktur terowongan bawah tanah di
Indonesia, struktur geologi regional, kekuatan batuan sekitar terowongan,
ketinggian muka air tanah serta saturasi air merupakan beberapa faktor penting
dalam penentuan kestabilan dari konstruksi terowongan. Meninjau terowongan
yang terletak di Jawa Barat, berada pada kedalaman 80 m dari permukaan tanah,
Terowongan “AG†merupakan objek penelitian ini. Tujuan penelitian ini pada
dasarnya menganalisa distribusi stress akibat konstruksi terowongan, yaitu bentuk
geometri muka terowongan dan pengaruh ekskavasi terhadap batuan di sekitarnya.
Penelitian ini juga menganalisa stabilitas terowongan akibat adanya variasi
ketinggian air tanah dan variasi saturasi air pada batuan dengan menggunakan
kriteria kegagalan Mohr-Coulomb. Untuk mengakomodir dinding terowongan yang
berpotensi untuk tidak stabil, maka penelitian ini memberikan preferensi tunnel
support yang perlu dipasang untuk mengakomodir stress yang bekerja.
Terowongan “AG†yang berbentuk tapal kuda memiliki tinggi 4,8 m dan lebar 5,6
m; dibandingkan dengan terowongan berbentuk lingkaran dengan diameter 5,6 m.
Periode musim hujan membuat muka air tanah naik hingga ke batas lapisan tufabatupasir atau 20 m di atas terowongan; berangsur turun ke 12 m dan 4 m di atas
dinding terowongan pada periode pergantian musim, dan berada 1 m di bawah
lantai terowongan pada musim kering. Data diolah dengan perhitungan numerik
menggunakan metode batas hingga, oleh program Phase2. Perbedaan geometri
terowongan (menyudut atau melingkar) sangat mempengaruhi distribusi stress di
dindingya, khususnya pada titik abutment terowongan. Ekskavasi dari Terowongan
“AG†mempengaruhi kenaikan compressive stress di sekitar dinding terowongan
hingga jarak 2 m dari dinding. Sementara untuk setiap variasi ketinggian muka air
tanah dan nilai saturasi, dinding Terowongan “AG†belum dapat mengakomodir
stress yang bekerja, selain pada lantai terowongan. Oleh karena itu, diperlukannya
tunnel support berupa penyanggaan beton dengan tebal minimum 2,2 mm di
dinding terowongan guna mengakomodir stress untuk periode awal konstruksi
terowongan.