digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Isna Kusuma Dewi Astuti
PUBLIC Alice Diniarti

COVER Isna Kusuma Dewi Astuti
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 1 Isna Kusuma Dewi Astuti
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 2 Isna Kusuma Dewi Astuti
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 3 Isna Kusuma Dewi Astuti
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 4 Isna Kusuma Dewi Astuti
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 5 Isna Kusuma Dewi Astuti
PUBLIC Alice Diniarti

PUSTAKA Isna Kusuma Dewi Astuti
PUBLIC Alice Diniarti

Lubang korona adalah daerah yang tampak gelap pada atmosfer terluar Matahari (korona), yang teramati pada panjang gelombang EUV dan sinar-X. Daerah ini memiliki struktur medan magnetik yang terbuka. Citra magnetogram menunjukkan bahwa lubang korona memiliki satu polaritas (unipolar). Secara umum, ukuran lubang korona di kutub berhubungan dengan struktur dan kuat medan magnet. Karena sifat unipolar ini, lubang korona menjadi sumber dari angin Matahari berkecepatan tinggi, yang dapat mengakibatkan badai geomagnetik, sehingga sangat penting untuk dipelajari. Jumlah bintik Matahari menjadi penentu siklus Matahari 11 tahun. Terdapat hari dimana tidak ada bintik Matahari yang disebut spotless day. Jumlah, ukuran dan posisi lubang korona bervariasi sebagai fungsi dari siklus Matahari, dengan pertukaran polaritas magnetik setiap 11 tahun. Saat tidak ada bintik Matahari, berarti tidak ada kosentrasi medan magnetik yang kuat di permukaan Matahari. Sehingga karakteristik lubang korona akan berbeda saat siklus Matahari maksimum dan minimum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui morfologi lubang korona berupa luas, kuat medan magnet dan fluks magnetik, dan evolusi lubang korona menurut lintang saat aktivitas Matahari minimum (ataupun saat spotless day) dan maksimum pada siklus ke-24. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah CHIMERA (Corona Hole Identification via Multi-thermal Emission Recognition Algorithm). Dari data September 2010 – Mei 2019, terlihat hubungan antara kuat medan magnetik dan fluks magnetik dengan luas lubang korona di seluruh lintang yang bervariasi terhadap waktu. Selain itu, terdapat korelasi antara luas lubang korona dengan jumlah bintik matahari rata-rata setiap bulan, yang ditunjukkan dengan koefisien korelasi.