Indikasi adanya migas di bawah permukaan bumi dapat diidentifikasi dengan
adanya rembesan migas, berupa macroseepage ataupun microseepage.
Diperkirakan macroseepage terjadi pada 75% cekungan sedimen, dan
microseepage terjadi pada hampir semua cekungan sedimen. Keberadaannya
menjadi salah satu parameter penting untuk eksplorasi migas. Rembesan secara
umum bermigrasi secara vertikal dan atau mendekati vertikal ke permukaan tanah
dengan mekanisme yang meliputi efusi, difusi, pelarutan dan gelembung gas yang
naik. Rembesan migas di permukaan mengakibatkan terjadinya perubahan
mineral lempung, geobotany, oksida besi ferric dan ferrous, delta karbon dan
peningkatan gas hidrokarbon dan non hidrokarbon dalam tanah. Berdasarkan hal
tersebut maka dilakukan penelitian model geobiokimia permukaan lapangan
migas berbasis penginderaan jauh dan geologi di lapangan Tugu Barat, cekungan
Jawa Barat Utara. Tujuan penelitian ini adalah membuat algoritma untuk
pemetaan distribusi mineral lempung total, smektit, kaolinit dan hematit serta
model geobiokimia permukaan lapangan migas berdasarkan integrasi data
penginderaan jauh dan geologi.
Data penginderaan jauh yang digunakan Landsat 8 OLI/TIRS tanggal 25
September 2015, SRTM tahun 2010 dan DEM TerraSar tahun 2014. Tahapan
penelitian yang dilakukan meliputi kajian literatur, pengumpulan data, pengolahan
data penginderan jauh, analisis indeks vegetasi, mineral lempung dan oksida besi,
survei lapangan untuk pengukuran fisik vegetasi, spektral vegetasi dan tanah,
analisis komposisi mineral tanah, pembuatan algoritma mineral lempung total,
smektit, kaolinit dan hematik, analisis model geobiokimia permukaan dan
pelaporan. Pengolahan data penginderaan jauh meliputi koreksi radiometrik,
koreksi geometrik, analisis indeks vegetasi, indeks mineral lempung, indeks
oksida besi dan indeks hidrokarbon. Pengembangan algoritma untuk pemetaan
distribusi mineral lempung total, smektit, kaolinit dan hematit dilakukan
menggunakan metode best subsets dan analisis regresi untuk menghasilkan
kombinasi saluran terbaik dan menghasilkan algoritma baru. Model geobiokimia
dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan perubahan kondisi permukaan
akibat adanya migas di bawahnya sebagai manifestasi adanya microseepage.
Hasil indeks mineral lempung, indeks vegetasi dan kondisi fisiknya, indeks oksida
besi, indeks hidrokarbon, suseptibilitas magnetik dan radon menunjukkan adanya
anomali permukaan di lapangan Tugu Barat yang membentuk model geobiokimia.
Perubahan tersebut diindikasikan lebih intensif di tepi dibandingkan di tengah
lapangan migas. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya konsentrasi mineral
lempung total, smektit, oksida besi ferric dan suseptibilitas magnetik; naiknya
konsentrasi kaolinit, oksida besi ferrous dan radon, dan tingginya nilai indeks
deteksi hidrokarbon di tepi lapangan migas. Analisis korelasi indeks mineral
lempung dan indeks oksida besi dengan konsentrasi mineral penyusun tanah
menunjukkan nilai koefisien determinasi yang rendah. Analisis metode best subset
dilakukan untuk mengembangkan algoritma baru untuk pemetaan mineral-mineral
penyusun tanah tersebut. Hasilnya pemetaan mineral mineral penyusun tanah
dapat dirumuskan: (1) mineral lempung total = 0,658 – 32,09B1 + 49,3B2 +
20,01B3 + 4,45B4 + 4,09B6-7,73B7, (2) smektit = 0,611 – 35,66B1 + 50,5B2 –
13,46B3 + 5,29B6 – 9,00B7, (3) kaolinit = 0,068 + 4,26B2 -9,17B3 + 6,88B4 –
1,852B5, dan (4) hematit = 0,033 – 1,25B1 + 2,7B2 – 3,514B3 + 2,514B4 –
0,581B5, dengan B1, B2, B3, B4, B5, B6 dan B7 adalah saluran/kanal pada
Landsat 8 OLI.
Analisis model geobiokimia pada lapangan Tugu Barat dapat dijelaskan sebagai
berikut: (1) Model vegetasi menunjukkan di tepi lapangan migas lebih terganggu
oleh adanya microseepage dibandingkan dengan di tengahnya dengan ciri indeks
vegetasi rendah, jumlah rumpun jarang dan tanaman kerdil. (2) Model mineral
lempung menunjukkan konsentrasi total mineral lempung dan smektit di tepi
lapangan lebih rendah dibandingkan dengan di tengah lapangan, dan konsentrasi
kaolinit lebih tinggi di tepi lapangan migas dibandingkan dengan di tengahnya. (3)
Model oksida besi ferric menunjukkan konsentrasi yang lebih rendah di tepi
lapangan migas dibandingkan dengan di tengahnya. Pola oksida besi ferrous
konsentrasi yang tinggi di tepi lapangan migas dan rendah di tengahnya. (4)
Model suseptibilitas magnetik menunjukkan tinggi di tengah lapangan migas dan
menurun di tepinya. (5) Model radon menunjukkan pola yang lebih tinggi
konsentrasinya di tepi lapangan migas dibandingkan di tengah lapangan migas.
Berdasarkan data bawah permukaan menunjukkan bahwa di tepi lapangan
terdapat sesar yang menerus di sebelah timur dan selatan dari formasi Cibulakan
Atas ke formasi Parigi. Hal ini diduga memicu berkembangnya microseepage,
selain faktor chimney, vapor migration dan peningkatan retakan di tepi lapangan
akibat ketidakkompakkan batuan. Model geobiokimia lapangan migas merupakan
indikasi adanya migas di bawahnya. Hal ini dapat digunakan untuk menganalisis
prospek yang akan dibor sehingga dapat meningkatkan faktor peluang geologi
mengenai keberadaan migas yang terperangkap di prospek tersebut. Harapannya
analisis model geobiokimia terhadap prospek dapat meningkatkan tingkat
keberhasilan pemboran eksplorasi di Indonesia.