Perpustakaan Digital ITB

Singkong merupakan komoditas pertanian yang penting di Indonesia sebagai alternatif bahan makanan pokok serta bahan baku pembuatan pakan, bahan industri, dan biofuel. Upaya pengembangan produksi singkong terus dilakukan, diantaranya dengan memanfaatkan lahan salin. Pengembangan produksi singkong juga dihadapkan pada pemanasan global sebagai akibat dari meningkatnya kadar CO2 di atmosfer. Dalam penelitian ini, telah dilakukan pengamatan pada respons ekofisiologis tanaman singkong terhadap peningkatan kadar CO2 dalam kondisi cekaman salinitas. Tanaman singkong umur empat dan enam bulan ditanam dalam kondisi cekaman salinitas (100 mM, 50 mM, dan 0 mM larutan NaCl) dan dipapar oleh peningkatan kadar CO2 760 ppm, 580 ppm, dan 370 ppm (ambien). Setelah tiga puluh hari pemaparan kombinasi perlakuan, pemaparan kadar CO2 760 ppm dalam kondisi cekaman salinitas 50 mM NaCl menunjukkan peningkatan berat kering tanaman (37%), jumlah daun (14,36%), aktivitas enzim CAT (113,6%), kadar prolin akar (25%), dan penurunan kadar HCN akar (3,78%) pada tanaman singkong umur empat bulan. Pada tanaman singkong umur enam bulan, peningkatan kadar CO2 dalam kondisi 100 mM NaCl dapat meningkatkan jumlah daun (70%), pertambahan tinggi tajuk (62,66%), dan prolin akar (37,5%). Pada tanaman singkong umur empat bulan, umbi akar terbentuk pada peningkatan kadar CO2 760 ppm dalam kondisi 0 mM dan 50 mM NaCl. Pada tanaman singkong umur enam bulan, umbi akar terbentuk pada setiap perlakuan. Kondisi cekaman salinitas menyebabkan terjadinya akumulasi ion Na+ pada bagian akar sebesar 6,1 ppm pada kondisi 50 mM NaCl dan sebesar 6,9 ppm pada kondisi 100 mM NaCl. Ditemukan kecenderungan peningkatan resistansi stomata (0,02 s ?m-1) yang ditandai dengan adanya penutupan stomata pada daun. Melalui hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kadar CO2 760 ppm dapat meringankan efek negatif dari cekaman salinitas 50 mM NaCl dan 100 mM pada pertumbuhan tanaman singkong.