digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Indonesia gencar melakukan pembangunan infrastruktur untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain. Hal ini bisa dilihat dari besarnya bagian APBN dalam beberapa tahun terakhir untuk pembangunan infrastruktur. Dalam beberapa proyek infrastruktur pemerintahan, BUMN sebagai agen pembangunan mendapatkan mandat untuk melakukan pekerjaan tersebut. Kontrak – kontrak pekerjaan tersebut membuat aset dari BUMN tersebut makin meningkat demikian juga dari segi pendapatan. Namun tingginya pertumbuhan tersebut membuat perusahaan perlu mendanai proyek maupun kontrak tersebut dari sisi pendanaan eksternal. Pendanaan dari sisi eksternal meliputi penambahan modal dari sisi hutang (debt) ataupun ekuitas (equity). Rendahnya biaya hutang (cost of debt) dibanding biaya ekuitas (cost of equity), membuat perusahaan memilih untuk menerbitkan hutang berupa obligasi, pinjaman bank, medium term notes dan instrumen hutang lainnya. Hal ini mengakibatkan rasio hutang beberapa perusahaan BUMN Karya (WIKA, ADHI, PTPP dan WSKT) meningkat dan struktur pemodalan (capital structure) didominasi oleh hutang. Dalam struktur permodalan, perusahaan mesti menentukan komposisi yang terbaik antara hutang dan ekuitas sehingga menghasilkan biaya modal (cost of capital) seoptimal mungkin dan pada akhirnya nilai dari perusahaan akan menjadi maksimal. Pendekatan biaya modal dapat menentukan kondisi dari perusahaan apakah dalam kondisi underleverage atau overleverage. Hasil dari simulasi pendekatan biaya modal menunjukkan bahwa PT Wijaya Karya dalam kondisi underleverage dengan nilai optimal rasio hutang pada 60% (kondisi aktual rasio hutang 38.95%), PT PP dalam kondisi optimum dengan nilai rasio hutang pada 34.11% sedangkan PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya dalam kondisi overleverage dengan nilai optimum rasio hutang mereka pada 20% dan 40% secara berturut-turut (Sedangkan nilai aktual rasio hutang mereka berada pada angka 53.60% dan 57.69% secara berturut-turut). Di dalam kondisi ini perusahaan bisa melakukan perubahan komposisi keuangan untuk memperbaiki struktur permodalan mereka dengan berbagai macam strategi dan usaha. Sehingga akan didapatkan biaya modal yang seoptimal mungkin.