Daerah Cieunteung, Kecamatan Baleendah, yang dilalui oleh anak Sungai Citarum (Sungai Cisangkuy dan Cigado) mengalami banjir rutin di setiap musim hujan karena kontur tanahnya yang lebih rendah dari bibir Sungai Citarum. Guna meminimalisir dampak banjir, pemerintah merencanakan program pembangunan polder. Terlepas dari manfaat potensial sistem polder, dampak pembangunan membutuhkan kemampuan adaptasi masyarakat di Cieunteung untuk mengelola perubahan yang ada. Penelitian ini bertujuan mengkaji kapasitas adaptif dari Sistem Ekologi-Sosial (SES) Cieunteung terhadap banjir dan rencana pembangunan polder, melalui pendekatan resiliensi. Resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan suatu sistem/masyarakat untuk beradaptasi terhadap krisis dan perubahan lingkungan tanpa mengubah konfigurasi sistem tersebut secara fundamental. Metode penelitian ini adalah studi kasus. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Cieunteung yang belum pindah sebanyak 30 individu, ditentukan dengan teknik simple random sampling, dan yang sudah pindah lalu tinggal di Rusun Baleendah sebanyak 29 individu, ditentukan dengan teknik sensus. Data primer dan sekunder dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan analisis historis (untuk kajian temporal Sungai Citarum) dan content analysis (analisis isi; pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi berdasarkan kerangka teori yang ada) untuk menganalisis resiliensi masyarakat Cieunteung terhadap banjir dan rencana pembangunan polder. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa berdasarkan siklus adaptif, perubahan sosio-ekologis yang terjadi menyebabkan SES Sungai Citarum berada dalam fase release(?) dan masih belum mencapai fase reorganisasi (?). Hal ini juga terjadi pada SES masyarakat Cieunteung akibat tekanan banjir yang terus terjadi, meskipun pembangunan polder dapat membawa masyarakat Cieunteung masuk ke fase reorganisasi. Hal ini didukung oleh baiknya persepsi dan adaptasi masyarakat mengenai pembangunan polder. Masyarakat telah memiliki nilai baik pada tiga indikator resiliensi (pengetahuan dan proses belajar, jejaring sosial, pandangan positif), dan diharapkan dapat meningkatkan resiliensinya melalui pembenahan enam indikator lainnya (kepemimpinan, tata nilai, kepemerintahan, relasi masyarakat-tempat, infrastruktur dan ekonomi inovatif).