2015_DR_PP_EKO_KUSWANTO_1-COVER2.pdf
Terbatas agus slamet
» ITB
Terbatas agus slamet
» ITB
Upaya pengembangan dan implementasi strategi-strategi pengendalian rayap yang
lebih ramah lingkungan terus dilakukan menyusul besarnya perhatian publik
untuk mengurangi penggunaan termitisida yang berdampak negatif terhadap
lingkungan. Upaya tersebut memerlukan pemahaman yang baik mengenai biologi
rayap karena keberhasilan pengendalian rayap sangat tergantung pada akurasi
informasi taksonomi, distribusi, dan sifat-sifat biologi dari spesies rayap yang
menjadi target pengendalian. Tujuan penelitian adalah: [1] Mendapatkan data
tentang keanekaragaman rayap pada lingkungan permukiman di Kota Bandung;
[2] Menentukan status rayap sebagai hama penting pada lingkungan permukiman
di Kota Bandung; [3] Mengetahui respons rayap Macrotermes gilvus terhadap
material berselulosa komersial; [4] Mendapatkan informasi tentang kompetisi
intraspesifik M. gilvus dan identifikasi komponen kimia spesifik spesies; dan [5]
Melakukan tinjauan upaya pengendalian rayap di Kota Bandung.
Penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga tahap dan dilakukan sejak Maret
2012 hingga Juni 2015 dengan wilayah studi utama di Kota Bandung. Tahap
pertama: sebanyak 400 rumah dan 50 lahan kosong untuk perumahan disurvei
untuk mewakili populasi bangunan permukiman di Kota Bandung. Pemilihan
sampel rumah dilakukan menggunakan metode stratified random sampling
berdasarkan tingkat kepadatan bangunan pada 30 kecamatan di Kota Bandung.
Rayap yang terkoleksi dari lokasi pengamatan diawetkan dalam vial beralkohol
85% dan diamati morfologi luarnya (imago dan kasta prajurit) dengan
stereomikroskop Leica M205C, serta enteric valve armature-nya (kasta pekerja
khusus Familia Termitidae) diamati dengan stereomikroskop Leica CTR5500,
juga dari titik ditemukannya rayap dibuat peta sebarannya menggunakan program
ArcGIS versi 10. Keanekaragaman rayap pada habitat hutan kota juga diteliti pada
Taman Hutan Raya Juanda dan area Lebak Siliwangi dan Kebun Binatang, lalu
mengaitkannya dengan hipotesis rute penyebaran spesies rayap sehingga dapat
menilai potensinya sebagai hama penting pada lingkungan permukiman di Kota
Bandung. Tahap kedua: menguji material berselulosa komersial yang
diperdagangkan di Kota Bandung berupa dua belas jenis kayu bahan bangunan
dan empat material berselulosa lainnya (kayu lapis, gypsum, kayu laminasi, dan
wall paper). Material berselulosa ini diuji respons-nya terhadap rayap M. gilvus
KEANEKARAGAMAN SPESIES, STATUS HAMA,
KOMPETISI INTRASPESIFIK, UPAYA PENGENDALIAN
RAYAP (INSEKTA: ISOPTERA) DI KOTA BANDUNG
DAN
iii
pada bioesai yang berlangsung selama satu minggu. Hasilnya dianalisis untuk
menentukan Indeks Laju Kerusakan (ILK) dan Status Ketahanan Material (SKM).
Lalu menguji kompetisi intraspesies M. gilvus dari tiga koloni berbeda asal
Bandung, Bogor, dan Bandar Lampung. Sebanyak 45 kombinasi perlakuan dari
tiga koloni berbeda diujikan pada arena uji dan divideokan selama lima menit
menggunakan Ricoh4WG. Hasilnya dianalisis untuk menentukan level agonistik.
Untuk menguatkan informasi tentang kompetisi intraspesies ini maka dilakukan
identifikasi senyawa kimia dari kasta pekerja dan kasta prajurit (minor dan mayor)
dari tiga koloni menggunakan gas chromatography mass spectra (GCMS). Tahap
ketiga: mengirim kuesioner kepada perusahaan pengendalian hama yang terdaftar
di Kota Bandung lalu menganalisisnya sebagai bahan tinjauan upaya pengendalian
rayap yang dilakukan di Kota Bandung selama ini.
Hasil penelitian menunjukkan 38,75% bangunan di Kota Bandung terserang
rayap. Lima spesies dari tiga famili tercatat dalam penelitian ini, yaitu:
Cryptotermes dudleyi Banks (Kalotermitidae); Coptotermes gestroi (Wasmann)
(Rhinotermitidae); Ancistrotermes pakistanicus Ahmad, Macrotermes gilvus
Hagen, dan Odontotermes javanicus Holmgren (Termitidae). Cr. dudleyi dan M.
gilvus terdistribusi secara luas (masing-masing pada 26 dan 19 kecamatan).
Rayap tanah Co. gestroi meski teramati hanya pada satu kecamatan (Lengkong)
tapi untuk pertama kalinya tercatat pada lingkungan permukiman di Kota
Bandung, dalam penelitian sebelumnya spesies rayap ini tidak ditemukan.
Perbaikan metoda penelitian dengan menggunakan penarikan sampel secara acak
bertingkat (stratified random sampling) berpengaruh besar dalam penentuan
sampel yang lebih representatif dan proporsional sehingga hasilnya dapat lebih
menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Berdasarkan analisis terhadap enam variabel maka rayap Cr. dudleyi, M. gilvus,
dan Co. gestroi menyandang status sebagai hama pada lingkungan permukiman di
Kota Bandung. Khusus M. gilvus, status hamanya diperkuat dengan temuan
spesies rayap ini pada habitat hutan kota di Kota Bandung sehingga potensi
penyebaran ke lingkungan permukiman akan terus muncul. Hipotesis rute
penyebaran rayap M. gilvus digambarkan sebagai migrasi dari habitat hutan kota
yang ber-elevasi lebih tinggi menuju ke lingkungan permukiman yang ber-elevasi
lebih rendah sehingga menyebabkan invasi M. gilvus cukup meluas di Kota
Bandung. Rayap kayu kering Cr. dudleyi diduga berasal dari luar Kota Bandung
melalui mobilisasi bahan-bahan bangunan dan menyebar secara luas di Kota
Bandung. Sedangkan rayap Co. gestroi yang diduga berasal dari luar area
Bandung tidak tersebar luas dan hanya ditemukan menyerang bangunan di area
Kecamatan Lengkong.
Respons 16 material berselulosa komersial (12 jenis kayu perdagangan dan 4
bahan berselulosa) menunjukkan bahwa secara umum kayu bahan bangunan yang
diperdagangkan di Kota Bandung masuk kategori tahan dan cukup tahan terhadap
serangan rayap M. gilvus. Sedangkan respons empat bahan berselulosa sebagai
bagian dari konstruksi bangunan dan atau bahan interior terhadap rayap M. gilvus
terbagi dalam kategori sangat tahan (kayu lapis dan wall paper), tahan (gipsum),
dan sangat tidak tahan (kayu laminasi). Sementara itu kayu laminasi (laminated
wood) yang digaransi antirayap justru termasuk ke dalam kategori sangat tidak
iv
tahan terhadap serangan rayap M. gilvus. Perlu pertimbangan ulang terhadap
penggunaan bahan selulosa yang secara estetika lebih baik namun mereka juga
harus tahan terhadap serangan rayap khususnya M. glvus.
Perilaku agonistik tidak terjadi di dalam spesies M. gilvus baik intra- dan
interkoloni. Pengujian agonistik terhadap tiga koloni rayap M. gilvus asal
Bandung, Bogor, dan Bandar Lampung yang berjarak maksimum 216 km tidak
menunjukkan adanya agonistik. Level agonistik pada intrakoloni hanya terjadi
perilaku eksaminasi/antenasi, sedangkan pada interkoloni terjadi
eksaminasi/antenasi, dan perilaku mengelurkan alarm serta menghindari individu
dari kelompok lain. Perilaku agresi (sebagai perilaku penanda terjadinya
agonistik) tidak muncul baik pada inter- maupun intrakoloni. Identifikasi terhadap
komponen volatil yang diduga berperan sebagai kunci pengenalan koloni
intraspesifik menggunakan analisis GC-MS menghasilkan 22 komponen volatil
dari kasta pekerja dan prajurit (baik minor maupun mayor). Komponen volatil (Z)-
6-Octadecenoic acid dan (E)-9-Octadecenoic acid diduga berperan sebagai kunci
pengenalan individu antarkoloni di dalam spesies M. gilvus.
Dari sebanyak 17 perusahaan pengendalian hama yang terdaftar resmi pada DPD
ASPPHAMI Jawa Barat tahun 2014, 10 di antaranya melayani jasa pengendalian
rayap. Pekerjaan jasa antirayap memberikan kontribusi sebanyak 25% dari
revenue perusahaan dengan jumlah pekerjaan rata-rata per tahun mencapai 99,6
satuan pekerjaan per perusahaan. Potensi pekerjaan antirayap di Kota Bandung
baru tergali sekitar 1/3 dari proyeksi sebesar 1% dari total estimasi jumlah rumah
bangunan terserang rayap di Kota Bandung pada tahun 2012. Estimasi nilai
pekerjaan antirayap mencapai Rp13,5 miliar, dan akan terus meningkat menjadi
Rp45 miliar pada tahun 2017, Rp99 miliar pada tahun 2022, dan Rp180 miliar
pada tahun 2027.