2019_TA_PP_SATRIA_HIDAYAT_1-COVER.pdf
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi
2019_TA_PP_SATRIA_HIDAYAT_1-BAB_1.pdf
Terbatas  Lili Sawaludin Mulyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Lili Sawaludin Mulyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
2019_TA_PP_SATRIA_HIDAYAT_1-BAB_2.pdf
Terbatas  Lili Sawaludin Mulyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Lili Sawaludin Mulyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
2019_TA_PP_SATRIA_HIDAYAT_1-BAB_3.pdf
Terbatas  Lili Sawaludin Mulyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Lili Sawaludin Mulyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
2019_TA_PP_SATRIA_HIDAYAT_1-BAB_4.pdf
Terbatas  Lili Sawaludin Mulyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Lili Sawaludin Mulyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
2019_TA_PP_SATRIA_HIDAYAT_1-BAB_5.pdf
Terbatas  Lili Sawaludin Mulyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Lili Sawaludin Mulyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
2019_TA_PP_SATRIA_HIDAYAT_1-BAB_6.pdf
Terbatas  Lili Sawaludin Mulyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Lili Sawaludin Mulyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
2019_TA_PP_SATRIA_HIDAYAT_1-DAFTAR_PUSTAKA.pdf
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi
Salah satu jenis usaha pertambangan emas di Indonesia adalah pertambangan emas
skala kecil yang tidak memiliki izin dari pemerintah atau yang lebih dikenal dengan
istilah Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Salah satu lokasi PETI berada di
Kampung Ciherang, Desa Kutawaringin, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten
Bandung. Aktivitas PETI biasanya menggunakan teknik amalgamasi, yaitu dengan
mencampur bijih dengan merkuri untuk membentuk amalgam dengan air. Pada
proses pencucian, limbah yang umumnya masih mengandung merkuri dibuang
langsung ke badan air, sehingga sangat memungkinkan menyebabkan pencemaran
bagi lingkungan. Logam berat tidak dapat didegradasi secara biologis, dan akan
mengalami akumulasi di sungai. Merkuri dikenal sebagai logam yang sangat beracun
di lingkungan dan menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan mamalia, ikan,
burung, dan manusia karena faktanya bisa menimbulkan biomagnifikasi di sepanjang
rantai makanan. Sedimen merupakan repositori utama di lingkungan air, dengan
sekitar 80% dari merkuri dalam sistem perairan yang bergerak, ada di dalam
sedimen. Oleh sebab itu diperlukan penelitian konsentrasi merkuri pada air dan
sedimen di sekitar PETI tersebut untuk melihat sejauh mana terjadinya pencemaran.
Pengambilan sampel dilakukan pada 6 titik, yaitu 1 titik hulu sungai sebelum
tercemar merkuri (Titik I), 3 titik di sekitar outlet eflluent tailing emas (Titik II, Titik
III dan Titik IV), 1 titik dari aliran pencampur (Titik V) dan 1 titik setelah
pencampuran (Titik VI). Konsentrasi merkuri dianalisis dengan Atomic Absorption
Spectrofotometer (AAS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi
merkuri di sedimen pada titik 2, 3, 4, 5 dan 6 melebihi baku mutu, dimana terjadi
peningkatan dari titik 3 ke titik 4 sebesar 12 kali dan terjadi penurunan konsentrasi
pada titik 6 sebanyak 12 kali. Sedangkan konsentrasi merkuri di air yang melebihi
baku mutu berada pada titik 4, yang mana mengalami kenaikan sebesar 15 kali dari
titik 3. Terjadi peningkatan dari titik 3 ke titik 4 karena semakin banyaknya jumlah
gelundungan pada titik 4, sedangkan penurunan konsentrasi pada titik 6 disebabkan
oleh pengenceran yang dilakukan oleh Saluran Irigasi Cigondok.