digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2016_TS_PP_SITI_MARYAM_1-COVER.pdf
Terbatas agus slamet
» ITB

Upaya perbaikan kualitas tanaman akar wangi kultivar Java sulit dilakukan secara konvensional, karena tanaman ini tidak menghasilkan bunga seperti kultivar lain. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya alternatif agar diperoleh tanaman yang memiliki kualitas yang lebih baik. Selain melalui teknik perekayasaan secara molekuler, poliploidisasi telah banyak dimanfaatkan sebagai salah satu upaya untuk perbaikan kualitas tanaman. Pada penelitian ini, dilakukan upaya poliploidisasi secara in vitro dengan tujuan untuk mendapatkan plantlet tanaman akar wangi poliploid. Sebelum dilakukan induksi poliploidi, dilakukan pemilihan jenis eksplan yang paling responsif untuk induksi pertumbuhan, yakni berupa potongan basal taruk, basal daun, dan basal taruk yang diberi perlakuan dilukai dan tidak dilukai. Eksplan ditanam dalam medium induksi tunas yang terdiri dari medium Murashige & Skoog, sukrosa, dan agar dengan penambahan zat pengatur tumbuh NAA 2 ppm dan BAP 1 ppm. Induksi poliploidisasi dilakukan dengan menggunakan kolkisina 0,1% dan penambahan DMSO selama 5 atau 10 jam, yang diaplikasikan pada eksplan yang paling responsif untuk pertumbuhan dan kalus embriogenik hasil induksi pertumbuhan. Regeneran hasil induksi kemudian disubkultur sebanyak 3 kali. Analisis tingkat ploidi dilakukan dengan menggunakan metode flow cytometry. Parameter yang diamati adalah persentase dan rata-rata respon pertumbuhan eksplan, determinasi tingkat ploidi, rata-rata panjang, lebar dan kerapatan stomata, serta evaluasi perubahan fenotip. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplan yang paling responsif untuk induksi kalus embriogenik maupun tunas tidak langsung adalah basal taruk (98,75±2,80). Perlukaan pada basal taruk tidak memengaruhi respon kemampuan eksplan untuk beregenerasi. Hasil perlakuan kolkisina menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara nyata antara lamanya waktu perendaman terhadap tingkat ploidi. Persentase regeneran dengan tingkat ploidi tetraploid dan miksoploid tertinggi pada eksplan basal taruk maupun kalus embriogenik terjadi pada perlakuan 5 jam. Determinasi tingkat ploidi pada eksplan basal taruk menunjukkan bahwa perlakuan perendaman 5 jam menghasilkan 44% regeneran tetraploid dan 2% regeneran miksoploid. Sedangkan pada perlakuan perendaman 10 jam ditemukan 22% regeneran tetraploid dan 2% miksoploid. Determinasi yang dilakukan pada regeneran dari eksplan kalus embriogenik menunjukkan adanya 32% regeneran bersifat tetraploid setelah perlakuan perendaman 5 jam, sedangkan perlakuan perendaman 10 jam hanya menghasilkan 22% regeneran tetraploid dan 4% ii miksoploid. Peningkatan jumlah ploidi berkolerasi positif terhadap peningkatan ukuran stomata, serta perubahan fenotip pada regeneran. Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa pada akar tanaman tetraploid usia 1 bulan sudah dapat diidentifikasi adanya senyawa terpen yaitu champene (0,41%) sedangkan pada regeneran diploid dan miksoploid tidak ditemukan. Namun, pada ketiga jenis regeneran tersebut sudah dapat ditemukan adanya senyawa asam lemak dan senyawa aromatik sebagai bagian dari kandungan minyak. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan eksplan basal taruk dengan kolkisina 0,1% selama 5 jam merupakan eksplan dan kondisi optimum yang dapat menghasilkan regeneran poliploid dan regeneran tetraploid usia satu bulan sudah dapat menghasilkan senyawa terpen dibandingkan regeneran diploid dan miksoploid.