digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2018 DS PP YUNDARI 1-ABSTRAK.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

Generalisasi ruang-waktu autoregresi orde satu ditulis GSTAR(1;1) merupakan model ruang waktu yang cukup populer di Indonesia. Model ini sesuai dengan kondisi geografis Indonesia yang heterogen. Pemodelan ini tergantung pada parameter waktu dan lokasi. Indeks parameter waktu memperlihatkan hubungan antara observasi pada waktu sekarang dan masa lalu, sedangkan indeks parameter lokasi menyatakan hubungan observasi antar lokasi. Indeks parameter lokasi dinyatakan dengan matriks bobot spasial. Matriks bobot spasial menggambarkan suatu hubungan kedekatan baik berdasarkan jarak maupun nilai observasi. Jika berdasarkan jarak maka matriks bobot bersifat ditetapkan (fixed), namun jika berdasarkan nilai observasi maka matriks bobot bersifat acak (random). Sampai saat ini pemodelan GSTAR masih menggunakan matriks bobot spasial yang bersifat ditetapkan, sehingga sifat kesubjektifan sangat mungkin terjadi tergantung pada masing-masing peneliti. Pada disertasi ini dikenalkan suatu metode baru yang lebih baku dalam pembentukan matriks bobot spasial. Metode yang digunakan adalah pendekatan fungsi kernel dengan domain nilai-nilai observasi, sehingga fungsi dari variabel acak menghasilkan variabel acak pula. Akibatnya, matriks bobot yang diperoleh bersifat acak. Keadaan ini menurunkan suatu sifat statistik dari proses GSTAR(1;1) yang memuat matriks bobot kernel. Sifat yang pertama adalah rataan/ekspektasi (momen pertama) dari proses GSTAR(1;1) dan sifat yang kedua adalah momen kedua dari proses GSTAR(1;1). Hasil yang diperoleh sama dengan proses GSTAR dengan matriks bobot yang ditetapkan yaitu rataannya sama dengan nol dan momen kedua dinyatakan dengan variansinya. Rataan dan variansi yang diperoleh tidak bergantung waktu, sehingga asumsi proses GSTAR(1;1) yaitu kestasioneran (lemah) masih terpenuhi. Sifat kestasioneran parameter model GSTAR(1;1) juga perlu dikaji. Metode yang digunakan adalah melalui sifat invers matriks autokovariansi (IMAk). Perbedaan definisi IMAk dengan matriks bobot kernel dan matriks bobot yang ditentukan adalah pada koefisien (N-1). Pengaruh bobot spasial kernel terhadap kestasioneran proses melalui matriks IMAk ini sedikit berubah, namun sifat-sifatnya masih terpenuhi serupa dengan matriks bobot yang ditetapkan. Sifat berikutnya adalah invertibilitas dari model GSTAR(1;1). Serupa dengan model autoregressive (AR), model GSTAR(1;1) dapat dinyatakan sebagai model generalized space-time moving average (GSTMA) dengan orde waktu tak hingga, ditulis GSTMA(∞,1). Hal menarik yang diperoleh saat menggunakan matriks bobot kernel adalah orde waktu dari model GSTMA yang dihasilkan menjadi berhingga. Akibatnya model GSTAR(1;1) ekivalen dengan model GSTMA(n;1) dengan n berhingga. Pada tahapan estimasi dari proses GSTAR(1;1), metode yang umumnya digunakan adalah metode parametrik melalui kuadrat terkecil. Tahapan ini bertujuan untuk menghasilkan galat yang terkecil. Selain pada matriks bobot, fungsi kernel dikenakan pula pada tahapan estimasi. Fungsi kernel berperan sebagai pemulus pada tahapan ini yang disebut dengan metode semiparametrik. Metode semiparametrik ini menghasilkan hasil estimasi yang lebih akurat daripada metode parametrik. Hal ini dikarenakan dalam metode semiparametrik dilakukan pemulusan kernel dari hasil estimasi parameter melalui metode parametrik. Aplikasi pemodelan GSTAR(1;1) dengan matriks bobot kernel dan metode semiparametrik kernel ini diterapkan pada data logging yaitu log sinar Gamma (GR). Berdasarkan prinsip superposisi pada stratigrafi batuan, yaitu semakin ke atas suatu lapisan batuan maka umur relatif batuan semakin muda. Sebaliknya semakin ke bawah lapisan batuan maka umur relatif batuan semakin tua. Umur lapisan batuan ini dinyatakan dengan lapisan-lapisan batuan pada suatu kedalaman tertentu. Kedalaman yang bersifat kontinu didiskritisasi, sehingga interval kedalaman merepresentasikan suatu indeks parameter waktu pada proses GSTAR(1;1) dan variabel acak berupa nilai log GR. Tujuan pemodelan ini adalah untuk memprediksi keberadaan lapisan batubara berdasarkan pemodelan data log GR. Hasil yang diperoleh untuk data log GR dengan asumsi lapisan batuan yang tidak memuat patahan dan sesar, model GSTAR(1;1) dapat diterapkan baik secara parametrik maupun semiparametrik.