Kecamatan-kecataman di Kota Bandung memiliki nilai laju kemiskinan yang berbeda-beda. Hubungan spasial antar lokasi kecamatan tersebut dapat digambarkan dengan semivariogram yang merupakan variansi dari selisih nilai laju kemiskinan dari sepasang lokasi. Dalam kasus kemiskinan ini, terdapat dua kecamatan yang memiliki nilai laju kemiskinan yang terdeteksi sebagai pencilan. Oleh karena itu, pendekatan semivariogram eksperimental Dowd digunakan karena robust terhadap pencilan. Salah satu informasi yang dibutuhkan untuk menaksir parameter model semivariogram menggunakan metode Maksimum Likelihood (ML) adalah distribusi semivariogram. Distribusi semivariogram secara analitik adalah khi-kuadrat, sedangkan hasil simulasi menunjukkan bahwa distribusi log-normal selalu cukup signifikan untuk menghampiri distribusi semivariogram. Parameter-parameter model semivariogram (sill parsial C, efek nugget C_0 dan range a) akan ditaksir dengan Modifikasi Maksimum Likelihood Iteratif (MLI). Nilai a dan C akan ditaksir secara simultan dengan nilai a yang ditentukan akan meminimumkan Jumlah Kuadrat Galat (JKG) model. Kemudian, Kriging Jacknife diterapkan untuk validasi model semivariogram. Proses Kriging Jacknife memberikan nilai estimasi dari semua lokasi kecamatan dengan cara menaksir nilai laju kemiskinan dari suatu kecamatan yang dihilangkan secara satu per satu. Nilai JKG Kriging terkecil akan menentukan model semivariogram terbaik. Pada kasus ini, model Gauss dipilih menjadi model terbaik karena memiliki nilai JKG Kriging paling kecil yaitu 25,5658. Hasil taksiran nilai a dari model Gauss berkisar 1,8 kilometer. Hal ini bermakna bahwa dalam radius 1,8 kilometer nilai laju kemiskinan antar lokasi akan memiliki kemiripan. Sehingga, perlu diwaspadai pengaruh lokasi kecamatan dengan nilai laju kemiskinan tinggi terhadap wilayah di sekitarnya dalam radius tersebut.