digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Proyek gas di SES (Southeast Sumatra) sudah dimulai sejak tahun 2002, dengan tujuan untuk menjaga associated gas untuk keperluan masa depan dan mengkomersialkan non-associated gas untuk keperluan jual beli gas dalam negeri. Pada tahun 2004 CNOOC memiliki perjanjian jual beli gas dengan PLN. Kontrak jual beli dimulai tahun 2004 dan akan berakhir pada September 2018, ketika kontrak CNOOC di SES PSC berakhir. Dalam masa menjelang berakhirnya kontrak, evaluasi cadangan menunjukkan jumlah tail gas yang layak untuk dikomersialkan untuk operator berikutnya, bersamaan dengan adanya lapangan gas yang saat ini belum dikembangkan sebagai bagian dari pengempangan lapangan lebih lanjut. Akan tetapi, pemerintah Indonesia telah menetapkan Southeast Sumatra PSC untuk menerapkan gross split untuk perpanjangan kontrak baru. Pada awal 2017, pemerintah memperkenalkan mekanisme fiskal Gross Split PSC untuk industri hulu migas, berubah dari mekanisme cost recovery, dengan tujuan untuk membuat kegiatan eksplorasi dan eksploitasi lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu, proyek baru ini harus layak secara ekonomi layak bagi operator baru. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menilai evaluasi ekonomi proyek pengembangan gas Southeast Sumatra PSC dengan mekanisme Gross Split untuk menemukan skenario usulan yang sesusai untuk perjanjian jual beli gas berikutnya. Keputusan investasi proyek terdiri dari pendekatan sudut pandang strategis dan evaluasi ekonomi. Analisis PESTEL, Porter Five Forces, dan SWOT dilakukan untuk memahami situasi masalah bisnis. Evaluasi ekonomi dilakukan untuk menghitung aspek komersial dari proposal perjanjian penjualan gas. Empat skenario penualan gas telah diusulkan sejalan dengan rencana pengembangan lebih lanjut. Skenario 1 dan 3 tidak terdapat pengembangan lanjut, sedangkan Skenario 2 dan 4 terdapat pengembangan lapangan gas baru. Perhitungan ekonomi menggunakan harga gas saat ini sebagai base case. Case lain dihitung dengan menggunakan harga gas yang terkait dengan ICP (Indonesian Crude Price). Pemerintah Indonesia telah menetapkan harga gas untuk sektor listrik. Harga gas untuk pembangkit listrik dari kepala sumur maksimum 14,5% dari ICP. Berdasarkan evaluasi ekonomi Gross Split PSC, Skenario 1 menghasilkan NPV $78,505.7M pada kasus Harga Gas Flat dan $121,334.6M pada kasus Harga Gas yang Terkait dengan ICP, Skenario 2 menghasilkan NPV $96,341.4M pada kasus Harga Gas Flat dan $153,942.5M pada kasus Harga Gas yang Terkait dengan ICP, Skenario 3 menghasilkan NPV $68,202.8M pada kasus Harga Gas Flat dan $106,786.8M pada kasus Harga Gas yang Terkait dengan ICP, dan Skenario 4 menghasilkan NPV $97.624.8M pada kasus Harga Gas Flat dan $177.152.3M pada kasus Harga Gas yang Terkait dengan ICP. Skenario 4 memiliki nilai NPV tertinggi, baik dalam kasus Harga Gas Flat dan Harga Gas yang Terkait dengan ICP. Dalam perhitungan harga gas terkait ICP, hal yang perlu diperhatikan adalah kondisi harga minyak yang sangat tidak menentu. Berdasarkan analisis tersebut, setiap skenario proyek pengembangan gas adalah dapat bertahan dengan kondisi harga minyak yang rendah. Dalam penelitian ini, Gross split PSC menunjukkan bahwa mekanisme fiskal yang baru lebih menarik dalam menghasilkan nilai NPV yang lebih tinggi dibandingkan cost recovery PSC sebelumnya. Hal ini akan bergantung pada biaya investasi untuk membangun infrastruktur yang baru. Mekanisme cost recovery PSC memungkinkan untuk mengembalikan biaya modal yang dikeluarkan untuk investasi, sedangkan gross split PSC membuat kontraktor menanggung semua pengeluaran untuk mendapatkan bagian split yang lebih tinggi.