digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Nikel merupakan logam yang sangat penting dan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti di bidang arsitektur, konstruksi, rumah tangga, militer, dan industri. Saat ini hampir 60% nikel diproduksi dari bijih tipe sulfida dan sisanya diproduksi dari bijih tipe laterit. Kelemahan proses yang saat ini secara komersial digunakan mengolah bijih nikel laterit adalah kebutuhan energi, biaya modal, dan konsumsi bahan habis yang tinggi, korosif, dan memerlukan biaya operasi yang tinggi sehingga diperlukan pengolahan bijih nikel yang memiliki biaya modal dan biaya operasi yang rendah. Salah satu metode untuk mengolah bijih nikel laterit adalah mereduksi pada temperatur lebih rendah sehingga terbentuk partikel feronikel, kemudian partikel feronikel dipisahkan menggunakan magnetic separator. Bijih yang digunakan pada penelitian ini adalah bijih nikel saprolit dari Sulawesi Tenggara. Bijih nikel saprolit dilakukan analisis XRD dan XRF untuk mengetahui mineral dominan dan komposisi kimianya. Analisis proksimat dan ultimat dilakukan terhadap batubara. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pembentukan partikel feronikel pada temperatur 900-1250oC dengan penambahan bahan imbuh CaO, CaF2, dan H3BO3. Reduksi dilakukan pada 3 jenis briket komposit nikel laterit, yaitu briket A (penambahan 10% batubara dan 10% CaO), briket B (Penambahan 10% batubara, 10% CaO dan 10% CaF2), dan briket C (Penambahan 10% batubara, 10% CaO, 10% CaF2, dan 10% H3BO3). Proses reduksi dilakukan menggunakan tube furnace selama 120 menit. Selama proses reduksi, gas argon dialirkan selama 120 menit dengan debit 1 liter per menit. Setelah direduksi, briket dianalisis menggunakan mikroskop optik dan program paket ImageJ untuk menentukan ukuran partikel feronikel yang terbentuk. Briket juga dianalisis menggunakan SEM-EDS. Hasil penelitian menunjukkan ketika reduksi dilakukan pada temperatur 1250oC, briket A (penambahan 10% CaO) menghasilkan ukuran maksimal partikel feronikel sebesar 18,09 µm, namun ketika ditambahkan 10% CaO dan 10% CaF2 (briket B), partikel feronikel maksimum yang terbentuk meningkat menjadi 120,515 µm. Ketika ditambahkan 10% CaO, 10% CaF2, dan 10% H3BO3 (briket C), ukuran partikel feronikel maksimal meningkat menjadi 277,588 µm. Temperatur yang meningkat juga menyebabkan meningkatnya ukuran partikel feronikel. Berdasarkan hasil analisis SEM-EDS, partikel feronikel pada briket B setelah direduksi pada temperatur 1250oC memiliki kandungan besi dan nikel berturut-turut 87,61% dan 9,24%, sedangkan partikel feronikel pada briket C memiliki kandungan besi dan nikel berturut-turut 85,65% dan 8,59%.