Dunia sains antariksa di Indonesia saat ini sudah mulai banyak perkembangan. Salah satunya yaitu dengan berhasil diluncurkannya satelit karya anak bangsa, Satelit LAPAN A2/ORARI pada tanggal 28 September 2015 dengan kala hidup
sekitar 2 tahun. Satelit tersebut merupakan satelit mikro kedua yang diluncurkan oleh LAPAN dengan bobot 78 kg. Satelit tersebut memiliki orbit rendah, yaitu di ketinggian 650 km. Peluncurannya dilakukan di India bersama satelit Astrosat sebagai muatan utamanya. Satelit LAPAN-A2/ORARI digunakan untuk pemantauan Bumi, pemantauan kemaritiman dan untuk misi mitigasi bencana.
Peluncuran satelit tidaklah sembarangan dilakukan mengingat saat ini terdapat kurang lebih 700.000 buah debris (sampah) antariksa yang telah dilacak dari keberadaan orbit mereka. Sampah antariksa tersebut dihasilkan dari wahanawahana antariksa yang diluncurkan dari Bumi dan telah habis masa hidupnya sehingga sudah tidak menjalankan misinya kembali. Bermula dari proses
peluncuran, penempatan dan perilakunya di orbit, hingga perlakuan setelah kala hidupnya habis, diawasi oleh suatu peraturan antariksa yang disebut Internasional Space Law (hukum antariksa internasional), yang dikoordinasikan oleh badan PBB. Adapun hukum antariksa nasional yang berlaku di Indonesia sejak 2013 mengenai kegiatan antariksa tersebut yaitu Undang-undang Keantariksaan Nomor 21 Tahun 2013.
Penelitian yang dilakukan yaitu mengetahui kepatuhan satelit LAPAN A2/ORARI, apakah sudah sesuai dengan hukum antariksa yang berlaku ataukah belum dengan menggunakan Debris Assessment Software (DAS) 2.0 yang dibangun oleh NASA. Kemudian melakukan analisis kualitatif mengenai asesmen satelit dengan menggunakan hukum antariksa dan memprediksi perilaku orbital satelit setelah habis kala hidupnya.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu untuk satelit LAPAN A2/ORARI akan berakhir pada tahun 2043. Hal ini berarti bahwa kala hidupnya 28 tahun. Nilai ini
memiliki selisih yang cukup kecil dengan kriteria DAS 2.0 yang berlaku, sehingga dapat ditoleransi. Dampak puing yang dihasilkan akan bertambah seiring bertambahnya waktu ke waktu. Besarnya dampak puing cenderung pada benda-benda
yang memiliki diameter yang kecil. Hal ini cukup membahayakan bagi satelit lain karena apabila kecepatannya besar dapat merusak kinerja satelit tersebut. Dari hasil
analisa, kita dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang akan dilakukan untuk mencegah kemungkinan dampak negatif dari sampah antariksa yang dihasilkan dari satelit LAPAN A2/ORARI. Mengingat kejadian yang menimpa Madura pada bulan
September 2016 yang lalu, berkaitan dengan jatuhnya sampah roket Falcon 9, meskipun tidak menelan korban jiwa namun hal tersebut cukup membahayakan. Dengan penelitian ini, menyatakan bahwa, secara umum, satelit LAPAN-A2/ORARI telah sesuai dengan hukum antariksa yang ada.