digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Thorium merupakan logam radioaktif yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pengganti uranium. Menurut data dari BATAN tahun 2015, Indonesia memiliki cadangan thorium sebanyak 130.947 ton. Sesuai Perpres No. 22 Tahun 2017 tentang Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN), Indonesia ditargetkan memiliki total kapasitas pembangkit listrik sebesar 430 Giga Watt pada tahun 2050 dimana 31% dari total kapasitas tersebut harus berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT). Hal ini membuat PLTN berbahan bakar thorium menjadi salah satu opsi yang patut dipertimbangkan untuk memenuhi target tersebut. Pada penelitian ini dilakukan studi untuk mengekstraksi thorium dari bijih thorit Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat dengan metode digesti asam dan me-recovery thorium dari larutan hasil digesti asam dan pelindian dalam air dalam bentuk thorium hidroksida. Serangkaian percobaan telah dilakukan untuk mengekstraksi thorium dari bijih thorit Mamuju pada berbagai kondisi. Percobaan diawali dengan proses reduksi ukuran bijih dengan peremukan menggunakan jaw crusher dan penggerusan dengan rod mill. Sampel bijih kemudian dilakukan proses digesti asam menggunakan asam sulfat (H2SO4) 95% pada suhu 160°C untuk mengonversi thorium (Th), besi (Fe) dan logam tanah jarang (LTJ) dalam bijih menjadi senyawa sulfat yang larut dalam air. Percobaan digesti asam dilakukan dengan variasi waktu pengadukan dan rasio padat/cair. Recovery thorium dari larutan hasil pelindian dalam air dilakukan dengan metode presipitasi dengan netralisasi menggunakan ammonium hidroksida (NH4OH) pada variasi pH dan temperatur presipitasi. Besi(II) terlarut sebagai pengotor dioksidasi dengan penambahan hidrogen peroksida (H2O2) sehingga dapat terpresipitasi pada pH yang lebih rendah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kondisi terbaik pada proses digesti asam didapatkan pada rasio padat/cair 1:2 (g/mL) selama 60 menit dengan persen ekstraksi Th, Fe, dan LTJ masing-masing sebesar 82,47%, 80,08%, dan 83,31%. Persen presipitasi Th tertinggi yaitu sebesar 95,47% diperoleh pada pH 4,5 dalam suhu ruangan (26±1°C). Pada presipitasi di pH 3,5 baik dengan pre-oksidasi atau tanpa pre-oksidasi, peningkatan temperatur hingga 80oC tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persen presipitasi Fe, namun cenderung menurunkan persen presipitasi Th dan LTJ. Pre-oksidasi dengan penambahan larutan H2O2 sebanyak dua kali stoikiometri selama 1,5 jam pada suhu kamar meningkatkan persen presipitasi Fe dari 93,08% menjadi 99,93% pada pH 4,5 dan menurunkan persen presipitasi LTJ dari 21,05% menjadi 1,25% di pH 3,5 di suhu 80oC.