Pembentukan arus di Selat Gaspar dan Selat Karimata dipengaruhi dominan oleh angin musim. Pada musim timur arah arus non- pasut dominan ke arah barat laut sesuai dengan arah angin. Tugas akhir ini bertujuan untuk menentukan seberapa besar pengaruh angin terhadap pembangkitan arus di Selat Gaspar maupun Karimata juga analisis profil kecepatan arus non- pasut non- angin yang terbentuk.
Data yang digunakan adalah data arus total di stasiun pengukuran B1 (Selat Gaspar) dan stasiun pengukuran B2 (Selat Karimata) yang diperoleh dari program riset South China Sea-Indonesia Seas Transpor/Exchange (SITE) pada tahun 2011-2012. Data arus tersebut kemudian diolah dengan analisis harmonik sehingga didapat arus non- pasut. Data arus non- pasut difilter menggunakan hasil FFT dengan periode yang sama dengan angin dominan selama 3 tahun (2011-2013), sehingga didapat arus angin. Selisih arus non- pasut dengan data arus angin merupakan data arus non- pasut non- angin.
Hasil pengolahan data menunjukkan pengaruh angin kuat di Selat Gaspar dan Selat Karimata terutama hingga kedalaman 5 meter. Rata-rata kecepatan arus angin (periode 109,6 hari) di Selat Gaspar 9,05 x 10-2 m/s ke barat laut di permukaan dan 0,61 x 10-2 m/s ke utara di dekat dasar. Di Selat Karimata arus angin bergerak ke barat laut di permukaan dengan kecepatan rata-rata 2,69 x 10-2 m/s dan 0,31 x 10-2 m/s untuk lapisan dekat dasar. Walaupun pembentukan arus di Selat Gaspar dan Selat Karimata dominan dipengaruhi angin ternyata arus non- pasut non-angin masih dapat terbentuk dan mengalir berlawanan arah (ke selatan). Kecepatan rata-rata arus non- pasut non- angin di Selat Gaspar 0,83 x 10-2 m/detik (ke selatan) untuk lapisan permukaan dan 0,01 x 10-2 m/detik (ke selatan) untuk lapisan dekat dasar, di Selat Karimata 0,24 x 10-2 m/detik (ke selatan) untuk lapisan permukaan dan 0,02 x 10-2 m/detik (ke selatan) untuk lapisan dekat dasar yang merupakan ±10% kontribusinya terhadap arus non- pasut. Adanya dugaan bahwa Selat Karimata berperan sebagai salah satu jalur Arus Lintas Indonesia (Arlindo) masih memerlukan penelitian lebih lanjut.