Mede Ibu Dewi adalah sebuah UKM yang terbentuk di Bogor sekitar tahun 2005, dimulai
dari aktivitas berjualan cemilan kacang mede oleh pemiliknya kepada teman-teman, relasi,
dan keluarganya. Melihat respon positif dari para pelanggannya, sang pemilik mencoba untuk
menambah penjualan dengan cara melebarkan saluran distribusi, dengan menyebarkannya
melalui toko-toko dan restoran-restoran.
Selama 12 tahun berjalan, Mede Ibu Dewi memang menunjukkan peningkatan dariangka
penjualan. Hanya saja masalahnya peningkatan angka penjualan tersebut sangatlah lambat
apabila dibandingkan dengan UKM-UKM lainnya yang juga berada di bidang kuliner.
Setelah dianalisa, akhirnya diputuskan salah satu cara awal untuk mengatasi masalah ini
adalah membangun brand, karena meskipun telah berjalan selama 12 tahun, Mede Ibu Dewi
tidak memiliki brand equity sama sekali, bahkan nama merek pun belum ada. Padahal telah
umum diketahui bahwa branding memegang peranan penting dalam bisnis, yang harus
dimanfaatkan untuk meningkatkan performa sebuah perusahaan dan menambah jumlah
penjualan produk.
Untuk membangun brand Mede Ibu Dewi, salah satu cara tercepat, termudah, dan ekonomis
adalah melalui desain kemasan. Karena kemasan adalah objek pertama yang berinteraksi
dengan pelanggan bahkan sebelum si pelanggan berinteraksi dengan produknya, Dan telah
diketahui juga bahwa kemasan dapat dianggap sebagai ‘silent salesperson’dari sebuah
produk. Untuk itu diperlukan suatu pengkajian untuk mengetahui jenis kemasan seperti apa
yang bisa secara optimal bertindak sebagai alat membangun brand untuk Mede Ibu Dewi.
Melalui pendekatan Semantic Differential Analysis, dapat dilakukan pengarahan prototip
kemasan yang sesuai dengan visi perusahaan. Pengkajian ini melibatkan metode kuantitatif
dengan proses sampling melalui kuesioner untuk mencari tahu persepsi pelanggan terhadap
pilihan-pilihan kemasan baru Mede Ibu Dewi. Dimana hasilnya akan diproses lebih jauh
untuk menentukan pilihan mana yang akan terpilih sebagai desain kemasan baru untuk Mede
Ibu Dewi