digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja merupakan rumah sakit tipe B milik pemerintah provinsi DKI Jakarta yang terus berupaya meningkatkan pelayanan kesehatan. Upaya yang dilakukan RSUD Koja adalah dengan menambah luas ruang perawatan dan jumlah pelayanan kesehatan. Renovasi yang telah selesai pada tahun 2016 menjadikan ruang perawatan pada RSUD memiliki 1.000 unit tempat tidur pasien dan 22 pelayanan kesehatan spesialis. Keberhasilan dari peningkatan pelayanan kesehatan adalah meningkatnya kepuasan pelanggan dan peningkatan jumlah kunjungan pasien. Dampak dari keberhasilan ini salah satunya adalah peningkatan kebutuhan akan perbekalan farmasi sebagai penunjang medis. Kebutuhan perbekalan farmasi yang semakin meningkat ternyata tidak diimbangi dengan perluasan gudang sebagai ruang penyimpanan, sehingga menyebabkan beberapa jenis obat tidak responsif untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Instalasi farmasi sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap logistik farmasi, berupaya untuk menjaga keberhasilan yang dicapai RSUD Koja dengan cara menjaga perbekalan farmasi yang dibutuhkan di pelayanan kesehatan selalu tersedia. Salah satu kebijakan yang diterapkan oleh instalasi farmasi adalah melakukan pengadaan perbekalan farmasi, terutama obat-obatan setiap bulan yang didasarkan pada metode konsumsi dengan cadangan pengaman sebesari 20%. Metode konsumsi yang terapkan oleh instalasi farmasi ternyata belum menghasilkan kebijakan yang optimum, karena berdasarkan data stock opname obat-obatan tahun 2016 ditemukan kekosongan stok pada beberapa jenis obat. Kendala lainnya yang ada pada instalasi farmasi adalah pengadaan kebutuhan obat-obatan dilakukan berdasarkan perencanaan kebutuhan obat yang dibuat pada tahun sebelumnya, sehingga tidak dimungkinkan adanya perubahan jumlah anggaran. Dalam penelitian ini, kebijakan inventori probabilistik model perpetual (Q) pada kasus back order dan lost sales akan dikembangkan dengan menambahkan kendala berupa batasan anggaran dan kapasitas gudang. Pengembangan model dilakukan dengan menggunakan Metode Lagrange Multiplier sebagai fungsi bantu digunakan untuk menghasilkan kebijakan inventori optimal berupa pengurangan ongkos total inventori. Pengembangan lainnya yang dilakukan adalah menyesuaikan batasan anggaran dan batasan kapasitas gudang pada model acuan. Tahap akhir dalam penelitian adalah perancangan tata letak gudang cairan intravena. Untuk melakukan perancangan tata letak, dilakukan penentuan kapasitas penyimpanan, pengelompokan barang kemudian membuat layout perbaikan. Kapasitas penyimpanan merupakan maksimal palet atau rak yang digunakan pada ruang penyimpanan, Pengelompokan Obat cairan intravena menggunakan analisis ABC-FSN dan digunakan sebagai dasar penentuan lokasi penyimpanan. Kebijakan yang digunakan dalam perancangan dan sesuai dengan karakteristik perbekalan farmasi adalah Dedicated Storage Policy. Kebijakan inventori optimal pada 33 jenis cairan intravena menghasilkan ongkos total inventori terendah pada model Q kasus back order dengan nilai efisiensi 2,8625% atau sebesar Rp. 239.630.983,89 dari kebijakan aktual tiap tahunnya. Kapasitas maksimal yang digunakan untuk merancang tata letak gudang usulan adalah 47 palet dan tiga buah rak.Pengelompokan menggunakan analisis ABC-FSN pada 33 jenis obat cairan intravena membagi obat menjadi tujuh kelompak yaitu, kelompok A terbagi menjadi sepuluh jenis fast moving, delapan jenis slow moving. Pada klasifikasi B terbagi menjadi tiga jenis fast moving dan empat jenis slow moving. Klasifikasi C terbagi menjadi dua jenis fast moving, tiga jenis Slow moving dan tiga jenis non moving. Kelompok A dan B fast moving merupakan obat dengan jumlah dan pemakaian terbesar disimpan pada ruang penyimpanan I dan II, dan untuk lima kelompok yang tersisa disimpan pada ruang III gudang cairan intravena RSUD Koja.