Zeolit berpori hirarki merupakan solusi bagi permasalahan katalis di dunia terutama di industri petrokimia. Katalis ini dapat meningkatkan difusi molekul, rendemen produk serta selektifitas yang tidak ditunjukkan oleh zeolit konvensional. Pada umumnya, zeolit berpori hirarkis dapat disintesis dengan dua metoda, yaitu metoda bottom-up dan metoda top-down. Metoda pertama adalah secara bottom-up, dimana zeolit disintesis dari prekursor silika dan alumina amorf dengan penambahan mesoporogen berupa soft template dan hard template. Metode tersebut kurang diminati pihak industri karena membutuhkan waktu reaksi yang relatif lama. Metoda kedua adalah metode top-down, yaitu memodifikasi kristal zeolit ZSM-5 komersil. Metode top-down dibagi menjadi dua teknik. Teknik pertama adalah teknik desilikasi dan dealuminasi, sedangkan teknik kedua adalah teknik milling dilanjutkan dengan proses rekristalisasi.Selama ini metoda top-down yang sering digunakan adalah teknik desilikasi dan dealuminasi, akan tetapi teknik ini dapat merusak kristalinitas zeolit dan merubah rasio Si/Al secara signifikan. Sementara itu, metode top-down yang lain adalah dengan teknik milling dilanjutkan dengan proses rekristalisasi. Teknik milling dapat membuat ukuran kristal zeolit ZSM-5 menjadi lebih kecil yang berskala nanometer, akan tetapi membuat kristalinitas zeolit menurun secara signifikan, dimana bagian luar zeolit menjadi amorf, sementara proses rekristalisasi dapat mengkonversi fasa amorf menjadi fasa kristalin kembali tanpa mengubah rasio Si/Al dan ukuran kristal yang telah di milling. Dalam penelitian ini, kami menambahkan misel surfaktan Cetyltrimethylammonium bromide (CTAB) pada saat proses rekristalisasi, yang mempunyai peranan sebagai pengarah pembentukan mesopori pada nanozeolit. Planetary ball milling digunakan untuk membuat zeolit konvensional menjadi nanozeolit dengan tiga variasi waktu, yaitu 0,5; 1 dan 3 jam. Berdasarkan hasil foto SEM terlihat bahwa dengan proses milling dapat memperkecil ukuran kristal zeolit ZSM-5. Berdasarkan hasil difraktogram sinar-X, puncak khas zeolit ZSM-5 masih terlihat setelah proses milling 0,5; 1 dan 3 jam, pada sudut 2(rumus) dengan kisaran 7,5-8,5° dan 22,5-25°. Selanjutnya, proses rekristalisasi tanpa penambahan CTAB dan dengan penambahan CTAB 0,03 dan 0,07 mol menghasilkan perbedaan produk nanozeolit yang tidak memiliki pori hirarkis dan yang memiliki pori hirarkis, dimana proses rekristalisasi tanpa menggunakan CTAB menghasilkan intensitas puncak yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses rekristalisasi dengan penambahan CTAB 0,03 dan 0,07 mol. Berdasarkan hasil difaktogram sinar-X low angle dapat terlihat sampel yang direkristalisasi dengan penambahan CTAB mempunyai puncak pada sudut 2(rumus), 0,5° yang menunjukkan bahwa telah terjadi refleksi antar kisi mesopori yang teratur, sementara rekristalisasi tanpa penambahan CTAB tidak menghasilkan puncak pada daerah tersebut. Hal ini dapat menjelaskan bahwa dengan penambahan CTAB dapat mengarahkan pembentukan mesopori pada nanozeolit dan silika sehingga menghasilkan komposit ZSM-5 dan silika mesopori yang teratur. Berdasarkan hasil karakterisasi dengan FTIR menunjukkan puncak pada bilangan gelombang 550 cm-1 yang berkaitan dengan gugus pentasil pada zeolit ZSM-5. Semakin lama waktu milling, dapat mengakibatkan absorbansi pada daerah puncak tersebut semakin berkurang, yang menandakan bahwa gugus pentasil pada zeolit ZSM-5 semakin berkurang. Sementara itu, puncak tersebut kembali muncul setelah dilakukan proses rekristalisasi tanpa penambahan CTAB dan dengan penambahan CTAB 0,03 dan 0,07 mol, hal ini menandakan bahwa gugus pentasil pada zeolit ZSM-5 telah terbentuk kembali. Nanozeolit ZSM-5 dengan pori hirarkis telah berhasil disintesis menggunakan metode top-down dengan penambahan CTAB pada proses rekristalisasi.