digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Banjir merupakan bencana alam yang sering terjadi di Indonesia ketika musim hujan. Menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia (BNPB) sejak tahun 1815 – 2015 bencana banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi di Indonesia, yaitu sekitar 31,7% dari total seluruh kejadian bencana alam yang terdapat di Indonesia. Dari data BNPB terlihat bahwa isu banjir ini sangat rentan terjadi di Indonesia terutama daerah permukiman pinggir sungai dan dominan menimpa penduduk masyarakat menengah ke bawah. Masalah banjir diperlukan penanganan secara berkelanjutan untuk membuat tempat yang terkena bencana tersebut dapat beradaptasi terhadap banjir. Kampung Cieunteung merupakan salah satu kampung yang mengalami bencana banjir setiap tahunnya dan terletak di Sungai Citarum Hulu. Wilayah ini digunakan sebagai tempat untuk studi kasus tesis. Salah satu solusi banjir adalah dengan pendekatan resilience atau ketahanan, yaitu dengan beradaptasi terhadap bencana jika terjadi pada suatu lokasi. Tesis ini berfokus untuk memenuhi keinginan masyarakat yang tidak ingin direlokasi sekaligus memberikan alternatif lain kepada pihak pemerintah agar permukiman masyarakat di Kampung Cieunteung dapat didesain secara adaptif terhadap bencana banjir dan secara permukimannya juga dapat merespon banjir secara adaptif. Oleh karena alasan tersebut, lahan ini dipilih sebagai lahan studi tesis Perancangan Hunian Adaptif Banjir dengan Pendekatan Urban Climate Resilience. Teori Urban Climate Resilience ini difokuskan pada kategori sistem yang dibagi menjadi safe failure, flexibility, modularity, diversity, dan redundancy. Kampung Cieunteung secara administratif merupakan salah satu Rukun Warga di Kelurahan Baleendah, yaitu RW 20 dan terbagi ke dalam 4 RT (RT 01, 02, 03, dan 04). Luas lahan perancangan Kampung Cieunteung RW 20 ini yaitu 106.501,5 m2 atau 10,65 hektar. Tahapan dan metologi penetilitan yang dilakukan yaitu bersumber dari studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur bersumber dari data sekunder berupa studi teori Urban Climate Resilience, studi hunian adaptif banjir, studi preseden dan studi Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mengetahui pendapat dari pihak pemerintah serta masyarakat terhadap isu utama yang perlu dipecahkan di lokasi studi. Studi lapangan bersumber dari pengolahan data primer berupa survei, observasi dan wawancara melalui kuesioner pada masyarakat di lokasi perancangan dan dengan pihak pemerintah. Konsep ide besar dari perancnagan hunian adaptif ini adalah Adaptif Cieunteung – Living with “Cai” dengan membuat permukiman agar dapat beradaptasi atau mudah menyesuaikan dengan keadaan dimana mereka akan tetap beradaptasi apabila terdapat banjir di Kampung Cieunteung. Ide besar ini dibagi menjadi empat kriteria perancangan, yaitu konsep safe failure, konsep modular, konsep fleksibilitas, dan konsep diversity. Konsep safe failure bertujuan untuk menanggulangi bencana banjir di Kampung Cieunteung dengan pembuatan hunian adaptif banjir yaitu rumah amfibi yang dapat hidup di dua kondisi yaitu darat ketika tidak banjir dan air ketika banjir. Konsep perancangan tapak safe failure dengan menggunakan ARCGIS untuk mendapatkan peta flow direction yang nantinya akan membuat danau tempat menampung air ketika banjir. Konsep modularity dibuat berukuran satu sistem rumah amfibi yaitu 207,36 m2 dengan panjang dan lebar masing-masing adalah 14, 40 m. Dalam satu sistem rumah amfibi ini terdiri dari 4 rumah modular yang masing-masing rumah berukuran 51,84 m2. Area taman tematik memiliki ukuran yaitu 103,68 m2 dengan ukuran panjang dan lebar adalah 7,20 meter dan 14,40 meter. Konsep Fleksibilitas dibuat dengan memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih material yang digunakan dan fungsi ruang yang terdapat pada rumah amfibi. Kehidupan masyarakat Kampung Cieunteung akan lebih fleksibel karena dapat hidup dalam dua kondisi. Kondisi ketika banjir, warga akan menggunakan perahu sebagai komoditas utama transportasi. Konsep diversity dibuat dengan adanya pemisahan dalam unit-unit kecil sehingga kerusakan yang terjadi pada salah satu sistem modular tidak mengganggu keberjalanan sistem secara keseluruhan. Konsep ini dengan dibuatnya sistem bangunan yang terpisah serta perencanaan penataan kawasan secara rukun tetangga sebagai konsep gotong royong di wilayah Kampung Cienteung. Pendekatan Urban Climate Resilience berupa safe failure yang digunakan pada perancangan ini merupakan upaya untuk memberikan solusi terhadap permasalahan perancangan yang dihadapi yaitu permasalahan banjir. Pendekatan yang digunakan lebih dititikberatkan pada penciptaan kawasan hunian yang adaptif dengan konsep amphibious house dan perancangan yang modular. Penerapan pendekatan Urban Climate Resilience dalam perancangan juga sebagai upaya untuk menghasilkan rancangan bangunan hunian yang fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang beragam.