Kota ideal yang dicita-citakan adalah kota yang mampu memberikan rasa aman, nyaman, bebas dari masalah, serta menyediakan fasilitas layanan kota yang memadai. Konsep kota ideal dekat sekali pendeskripsiannya dengan konsep kota cerdas yang dijadikan acuan. Penyediaan layanan berkualitas seperti pada kota ideal merupakan hal yang tidaklah mudah mengingat kota merupakan suatu sistem besar yang terdiri dari berbagai dimensi dan domain layanan. Namun, betapapun permasalahan yang dihadapi, sudah menjadi tugas pemimpin kota untuk menyelesaikannya dalam rangka melayani sebaik-baiknya. Dalam upaya pencapaiannya, secara bertahap kota memerlukan sejumlah indikator yang digunakan untuk membimbing arah pengembangan serta mengukur kemajuan yang telah dicapai kota. Indikator kota yang digunakan dapat berupa ciri-ciri kota ideal yang ditujukan agar arah dan tujuan pengembangan kota dapat bergerak menjadi lebih baik mendekati kota ideal. Sumber indikator kota ideal mengacu pada ISO 37120, Garuda Smart City Model, India Smart City, European Union Smart City, dan Standar Pelayanan Minimal.
Upaya penyediaan layanan yang berkualitas seperti pada kota ideal adalah dengan melaksanakan inisiatif. Inisiatif adalah upaya atau aksi untuk meningkatkan indikator kota. Inisiatif dapat berbasis teknologi informasi ataupun konvensional, yang mana dihasilkan melalui proses iteratif design thinking yang dimulai dengan memahami tujuan indikator, menggali ide, dan terakhir menentukan gagasan inisiatif yang dapat mencapai tujuan indikator. Namun, pada kenyataannya, pelaksanaan inisiatif tidaklah selalu tepat sasaran dalam mencapai tujuannya.
Agar pelaksanaan inisiatif kemajuan kota dapat tepat mencapai tujuannya, dilakukan analisis identifikasi mengenai komponen apa saja dari inisiatif yang harus ada guna menjabarkan langkah-langkah pelaksanaan inisiatif serta untuk memetakannya terhadap indikator kota yang dipenuhinya. Dengan demikian, dilakukan analisis dan perancangan sebuah kerangka kerja yang komponen penyusunnya secara holistik dan terstruktur dapat menjabarkan inisiatif berdasarkan kebutuhan penjabarannya tersebut serta memetakan inisiatif terhadap indikator kota yang dipenuhinya. Penentuan komponen penyusun kerangka kerja berasal dari analisis kebutuhan komponen berdasarkan tujuan awal pembuatan kerangka kerja inisiatif serta berdasarkan studi komponen penyusun standar pada kerangka kerja yang dijadikan acuan, yaitu COBIT, TOGAF 9.1, dan Zachman.
Pada akhirnya, berhasil dibuat sebuah kerangka kerja inisiatif teknologi informasi yang disingkat menjadi KKITI yang menjabarkan 11 indikator dan 15 inisiatif pada Domain Lingkungan serta 5 indikator dan 6 inisiatif pada Domain Energi. Berdasarkan hasil evaluasi, KKITI untuk mengembangkan kota menjadi lebih baik telah berhasil memenuhi seluruh kebutuhan komponen penyusunnya dan secara terstruktur dapat diaplikasikan oleh pemimpin dan pengurus kota pada studi kasus pengembangan kota.