digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak – PT Freeport Indonesia adalah kontraktor dari pemerintah Republik Indonesia and sebagai anak perusahaan dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (FCX) yang beroperasi di Papua, provinsi paling timur di Indonesia. Pabrik peleburan bijih PTFI yang sudah beroperasi sejak tahun 1973 dapat dikategorikan sebagai pabrik yang sudah tua. Karena dikategorikan sudah tua, pabrik peleburan PTFI memerlukan banyak brownfield proyek dikarenakan alasan sebagai berikut: banyaknya peralatan yang perlu diganti karena suku cadangnya yang sudah tidak diproduksi kembali oleh pabrik pembuatnya, tingkat korosi yang tinggi yang disebakan interaksi antara konsentrat temabaga dan baja dan tidak tentunya tingkat kekerasan bijih yang dikirimkan dari tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Oleh karena itu, banyak diperlukan rekayasa dan proyek brownfield untuk menjaga pabrik peleburan bijih beroperasi sesuai dengan kapasitas disainnya. Namun demikian, dikarenakan kurangnya system proyek manajemen, proyek brownfield PTFI sering mengalami penundaan dan kelebihan biaya yang disebabkan oleh berbagai alasan. Sebagai sebuah perusahaan, PTFI juga tidak memiliki kriteria dalam hal bagaimana suatu proyek brownfield dapat dikatakan sebagai proyek yang sukses. Dengan demikian, PTFI perlu membuat kriteria bagaimana suatu proyek dapat dikatakan sukses yang dapat diterapkan di proyek brownfield PTFI, mengidentifikasi dan memetakan permasalahan yang sering menyebabkan proyek terlambat dan kelebihan biaya. Dengan mengembangkan criteria proyek yang dapat dikatakan sukses, proyek manajemen sistem yang terintegrasi dapat dikembangkan untuk mencapai kriteria tersebut. Lebih lanjut, proye manajemen sistem yang terintegrasi juga diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang sering menyebabkan proyek tertunda dan kelebihan biaya. Kriteria proyek yang dapat dikatakan sukses dan akar permasalahan dikembangkan menggunakan metode mind mapping dengan cara melakukan wawancara terhadap beragam responden yang berasal dari departemen yang biasa terlibat dalam proyek brownfield di PTFI. Berdasarkan hasil penelitian, kriteria suatu brownfield proyek dapat dikatakan sukses yang sesuai dengan kondisi PTFI adalah sebagai berikut: sesuai dengan spesifikasi, diselesaikan tepat waktu, dikerjakan dengan selamat, sesuai dengan anggaran yang sudah ditetapkan, bebas dari kesalahan dan seluruh pekerjaan dilakukan dengan benar. Sedangkan akar permasalahan yang sering menyebabkan proyek tertunda dan kelebihan biaya adalah: kurangnya bisnis proses manajemen proyek, kurangnya sistem persetujuan proyek, kurangnya penentuan scope pekerjaan dan persyaratan suatu proyek dan kurangnya manajemen pengadaan material. Untuk mengatasi akar permasalahan tersebut, penelitian ini merekomendasikan untuk meningkatkan proses proyek manajemen berdasarkan proses proyek manajemen yang dijelaskan di PMBOK edisi ke-5 termasuk membuat project charter pada saat fase inisiasi proyek, melakukan identifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam proyek, merencanakan lingkup pekerjaan dalam suatu proyek, membuat perencanaan pada saat pemasangan dan melakukan pengecekan di lapangan pada saat fase perencanaan, dan membuat lesson learned yang dapat digunakan untuk referensi pekerjaan di masa yang akan datang. Rekomendasi lainnya adalah membuat sistem baru yang disebut Engineering Change Notice (ECN), penerapan Project Management Offices (PMOs) yang berftugas sebagai komite untuk menyetujui dan memprioritaskan suatu proyek brownfield, dan membuat team yang bertugas untuk mengelola material yang dibutuhkan untuk suatu proyek. Namun demikian, berdasarkan analisis Pareto, untuk menyelesaikan 80% permasalahan yang menyebabkan seringnya penundaan proyek, solusi yang perlu diterapkan adalah implementasi Project Management Office (PMO) sebagai komite yang menyetujui, memilih dan memprioritaskan suatu proyek dan memperbaiki proses bisnis manajemenn proyek yang ada sesuai dengan PMBOK.