Abstrak – PT Freeport Indonesia adalah kontraktor dari pemerintah Republik Indonesia and sebagai
anak perusahaan dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (FCX) yang beroperasi di Papua,
provinsi paling timur di Indonesia. Pabrik peleburan bijih PTFI yang sudah beroperasi sejak tahun 1973
dapat dikategorikan sebagai pabrik yang sudah tua. Karena dikategorikan sudah tua, pabrik peleburan
PTFI memerlukan banyak brownfield proyek dikarenakan alasan sebagai berikut: banyaknya peralatan
yang perlu diganti karena suku cadangnya yang sudah tidak diproduksi kembali oleh pabrik
pembuatnya, tingkat korosi yang tinggi yang disebakan interaksi antara konsentrat temabaga dan baja
dan tidak tentunya tingkat kekerasan bijih yang dikirimkan dari tambang terbuka dan tambang bawah
tanah. Oleh karena itu, banyak diperlukan rekayasa dan proyek brownfield untuk menjaga pabrik
peleburan bijih beroperasi sesuai dengan kapasitas disainnya. Namun demikian, dikarenakan kurangnya
system proyek manajemen, proyek brownfield PTFI sering mengalami penundaan dan kelebihan biaya
yang disebabkan oleh berbagai alasan. Sebagai sebuah perusahaan, PTFI juga tidak memiliki kriteria
dalam hal bagaimana suatu proyek brownfield dapat dikatakan sebagai proyek yang sukses. Dengan
demikian, PTFI perlu membuat kriteria bagaimana suatu proyek dapat dikatakan sukses yang dapat
diterapkan di proyek brownfield PTFI, mengidentifikasi dan memetakan permasalahan yang sering
menyebabkan proyek terlambat dan kelebihan biaya. Dengan mengembangkan criteria proyek yang
dapat dikatakan sukses, proyek manajemen sistem yang terintegrasi dapat dikembangkan untuk
mencapai kriteria tersebut. Lebih lanjut, proye manajemen sistem yang terintegrasi juga diharapkan
dapat menyelesaikan masalah-masalah yang sering menyebabkan proyek tertunda dan kelebihan biaya.
Kriteria proyek yang dapat dikatakan sukses dan akar permasalahan dikembangkan menggunakan
metode mind mapping dengan cara melakukan wawancara terhadap beragam responden yang berasal
dari departemen yang biasa terlibat dalam proyek brownfield di PTFI. Berdasarkan hasil penelitian,
kriteria suatu brownfield proyek dapat dikatakan sukses yang sesuai dengan kondisi PTFI adalah
sebagai berikut: sesuai dengan spesifikasi, diselesaikan tepat waktu, dikerjakan dengan selamat, sesuai
dengan anggaran yang sudah ditetapkan, bebas dari kesalahan dan seluruh pekerjaan dilakukan dengan
benar. Sedangkan akar permasalahan yang sering menyebabkan proyek tertunda dan kelebihan biaya
adalah: kurangnya bisnis proses manajemen proyek, kurangnya sistem persetujuan proyek, kurangnya
penentuan scope pekerjaan dan persyaratan suatu proyek dan kurangnya manajemen pengadaan
material. Untuk mengatasi akar permasalahan tersebut, penelitian ini merekomendasikan untuk
meningkatkan proses proyek manajemen berdasarkan proses proyek manajemen yang dijelaskan di
PMBOK edisi ke-5 termasuk membuat project charter pada saat fase inisiasi proyek, melakukan
identifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam proyek, merencanakan lingkup pekerjaan dalam suatu
proyek, membuat perencanaan pada saat pemasangan dan melakukan pengecekan di lapangan pada saat
fase perencanaan, dan membuat lesson learned yang dapat digunakan untuk referensi pekerjaan di masa
yang akan datang. Rekomendasi lainnya adalah membuat sistem baru yang disebut Engineering Change
Notice (ECN), penerapan Project Management Offices (PMOs) yang berftugas sebagai komite untuk
menyetujui dan memprioritaskan suatu proyek brownfield, dan membuat team yang bertugas untuk
mengelola material yang dibutuhkan untuk suatu proyek. Namun demikian, berdasarkan analisis Pareto,
untuk menyelesaikan 80% permasalahan yang menyebabkan seringnya penundaan proyek, solusi yang
perlu diterapkan adalah implementasi Project Management Office (PMO) sebagai komite yang
menyetujui, memilih dan memprioritaskan suatu proyek dan memperbaiki proses bisnis manajemenn
proyek yang ada sesuai dengan PMBOK.