Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, termasuk di dalamnya otonomi pengelolaan sumber daya mineral dan batubara, di mana diharapkan keberadaan sumber daya mineral dan batubara dapat memenuhi hajat hidup orang banyak, sehingga pengelolaannya dapat memberikan nilai tambah bagi pembangunan perekonomian dalam upaya mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan berkelanjutan.
Sejak diberlakukannya kebijakan desentralisasi, otonomi daerah telah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi Provinsi Papua Barat untuk membangun dan mengembangkan wilayahnya. Dalam hal ini kewenangan yang menyangkut pengelolaan pertambangan sangatlah kompleks, sehingga akan selalu muncul kekhawatiran apakah Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat siap dan mampu memikul kewenangan ini, karena dalam pelaksanaannya otonomi daerah membutuhkan proses yang panjang, di mana dalam proses ini terdapat banyak kendala dan hambatan. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah strategis guna mengembangkan kesiapan pengelolaan sumber daya mineral dan batubara di Provinsi Papua Barat, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh rakyat Papua Barat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) untuk menyusun strategi pengembangan kesiapan daerah dalam mengelola potensi sumber daya mineral dan batubara yang dimilikinya. Sedangkan metode kuantitatif menggunakan analisis faktor untuk mengetahui tingkat kesiapan daerah kabupaten-kabupaten di Provinsi Papua Barat dalam mengimplementasikan otonomi pada pengelolaan sumber daya mineral dan batubara berdasarkan hasil keluaran analisis SWOT.
Berdasarkan hasil analisi SWOT, strategi yang perlu diterapkan dalam mengembangkan tingkat kesiapan daerah dalam mengelola sumber daya mineral dan batubara dalam perspektif otonomi daerah adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang dengan cara meningkatkan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral dan batubara, dengan demikian penerimaan daerah dari sektor pertambangan juga akan meningkat. Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman dengan cara meningkatkan aksesibilitas terhadap sumber daya mineral dan batubara sehingga dapat mendorong masuknya investasi di daerah, dan mengubah persepsi negatif tentang kegiatan pertambangan. Meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang dengan cara melalui peningkatan pemahaman tentang otonomi daerah, peningkatan sistem informasi dan basis data sumber daya mineral dan batubara, dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia. Dan meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman dengan meningkatkan kerja sama dan koordinasi antar instansi terkait, meningkatkan status cadangan sumber daya mineral dan batubara, meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan pertambangan.
Sedangkan berdasarkan hasil analisis faktor, Kabupaten yang dikelompokkan ke dalam kesiapan pengelolaan rendah adalah Kabupaten Teluk Bintuni dengan nilai skor faktor sebesar -2,01. Kabupaten yang dikelompokkan ke dalam kesiapan pengelolaan sedang adalah Kabupaten Fak-Fak dan Sorong dengan nilai skor faktor berturut-turut 0,45 dan 0,27. Dan Kabupaten yang dikelompokkan ke dalam kesiapan pengelolaan tinggi dengan nilai skor faktor sebesar 1,29 adalah Kabupaten Raja Ampat.