Pencahayaan saat ini tidak hanya digunakan untuk aspek visual, tetapi juga untuk aspek biologi dan kesehatan. Pada tahun 2002, teori baru digagas oleh David Berson bahwa pada retina mamalia memiliki sel fotoreseptor yang terhubung dengan jam biologis tubuh yaitu sel ipRGC. Sel ipRGC sensitif terhadap cahaya biru, terbukti dari penelitian lanjutan menggunakan fMRI bahwa cahaya biru paling efektif dalam menaikkan kewaspadaan manusia. Tantangan untuk membuktikan pengaruh cahaya biru saat manusia dalam keadaan beraktifitas dalam ruang, dimana hal tersebut tidak bisa dilakukan fMRI. Penelitian ini menggunakan Electroencephalogram sebagai alat ukur respon fisiologis, dan Psychomotor Vigilance Task sebagai alat ukur psikologis. Terdapat lampu monokromatis sebagai lampu uji dan lampu polikromatis sebagai lampu placebo pada lampu percobaan. Keduanya menambahkan kesan biru pada pencahayaan ruang, serta digunakan sesi tanpa lampu sebagai referensi. Terdapat 2 bagian dengan tiap bagian terdiri atas 3 sesi, sesi tanpa lampu, sesi pencahayaan umum, dan sesi penambahan kesan biru dari lampu uji atau lampu placebo dari pencahayaan ruang. Pengukuran Electroencephalogram menggunakan daya listrik gelombang beta sebagai indikator untuk melihat tingkat kewaspadaan naracoba. Respon fisiologis yang didapat yaitu lampu monokromatis dengan puncak gelombang 468 nm terindikasi dapat segera meningkatkan daya respon biologis sebesar 1,03 μV2 dibandingkan dengan daya pencahayaan ruang pada otak manusia dan bertahan pada 8 menit pengukuran, berbeda dengan respon visual yang berfluktuasi (naik pada menit awal namun menurun di 2 menit akhir) sehingga dapat diasumsikan respon visual tidak berubah akibat pengayaan cahaya biru monokromatis. Respon psikologis pada lampu tersebut yaitu dapat meningkatkan kecepatan respon sebesar 13,7 % atas kondisi lingkungan. Perlu penelitian lanjut terkait pengaruh respon otak akibat cahaya biru terhadap metabolisme tubuh.