digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sebagai salah satu upaya Pemerintah Kota Bandung mengatasi kemacetan yang makin parah, Pemerintah Kota Bandung berinisiatif membangun sistem transportasi publik massal berbasis jalan sebagai cikal bakal Bus Rapid Transit (BRT) dengan nama Trans Metro Bandung (TMB). Proyek ini berawal tahun 2005 ketika Pemerintah Kota Bandung mengajukan proposal proyek percontohan angkutan masal kepada Dirjen Perhubungan Darat. Pengoperasian Trans Metro Bandung semula direncanakan pada Januari 2007 namun mengalami beberapa kali penundaan, sehingga baru beroperasi tanggal 24 September 2009. Setelah berjalan lebih kurang 1.5 tahun, tujuan pengembangan sistem transportasi publik massal yang diharapkan dirasakan belum tercapai. Studi ini bermaksud mengkaji proses pembangunan sistem transportasi publik Trans Metro Bandung koridor satu secara sistem sehingga dapat diketahui akar permasalahan yang terjadi dan bisa dijadikan bahan pembelajaran untuk mengantisipasi kendala dan masalah dalam pembangunan TMB koridor selanjutnya. Panduan Perencanaan Bus Rapid Transit (BRT) akan digunakan sebagai tolak ukur proses perencanaan BRT yang standar. Secara garis besar, panduan perencanaan BRT membagi enam elemen utama perencanaan BRT, yaitu persiapan proyek, desain operasi, desain fisik, integrasi, rencana bisnis, serta implementasi. Pada pembahasan studi, elemen perencanaan-perencanaan teknis seperti desain operasi, desain fisik dan integrasi tidak akan di telaah secara mendalam. Fokus pembahasan akan ditekankan kepada masalah perencanaan TMB yang dari penelitian yang dilakukan lebih diakibatkan faktor-faktor non-teknis seperti kurangnya dukungan politik dan pemerintahan, lemahnya kapasitas institusional, kapasitas teknis, pendanaan, dan finansial yang kurang, serta masalah geografi dan fisik. Perencanaan yang tidak matang serta tidak sistematis dalam tahapan penyelenggaraan TMB menyebabkan dilakukannya kesalahan-kesalahan dan terlewatnya elemen-elemen penting dalam rencana kerja hingga menunda operasionalnya beberapa kali. Kondisi perencanaan dan tahapan penyelengaraan diatas berakar dari penyususan proyek yang tidak sesuai, seperti penugasan tim kerja, rencana kerja dan jadwal, serta rencana komunikasi dan rencana pendanaan yang tidak optimal. Untuk itu, beberapa rekomendasi kebijakan berikut dapat dijadikan pertimbangan Pemerintah Kota Bandung dalam membangun koridor TMB selanjutnya, yaitu : membentuk organisasi khusus yang membidangi perencanaan dan pelaksanaan TMB, melakukan evaluasi dampak dari pelaksanaan koridor satu TMB sebagai kajian bagi sistem TMB koridor selanjutnya, menjalin kerja sama dengan swasta, lembaga internasional, ataupun lembaga bantuan bi-lateral untuk bantuan pendanaan dan keahlian, menyusun rencana komunikasi yang menyeluruh dengan pelibatan, kemitraan dan pemberdayaan stakeholder, dan terakhir mempercepat pembentukan konsorsium melalui bantuan bimbingan managerial, keuangan, dan organisasi.