Melihat kondisi perkeretaapian terutama KRL Jabotabek yang kondisinya tidak membaik, dapat ditarik pelajaran dalam melaksanakan pelayanan publik, terjadinya pergeseran nilai-nilai dikarenakan tuntutan adanya manajemen pelayanan publik yang memadai. Penerapan prinsip bisnis melalui mekanisme pembiayaan public service obligation (PSO), infrastructure maintenance and operation (IMO), dan track access charge (TAC), ternyata tidak terbukti mampu meningkatkan kualitas layanan KA. Penelitian dilaksanakan dengan wawancara dengan pihak pemerintah, pengumpulan data sekunder dan observasi lapangan.Angkutan perkeretaapian di Indonesia merupakan suatu sitem angkutan dengan jaringan dan pengelolaan yang telah ditentukan Pemerintah (Departemen Perhubungan). Sampai sekarang belum ada yang dikelola oleh swasta secara keseluruhan, meskipun ada satu dua dengan pengelolaan terbatas pada sistim pelayanan. Namun demikian mengingat kecenderungan pasar menuju arah sistim kompetisi maka perlu adanya restrukturisasi angkutan perkeretaapian untuk efiseiensi. Pengelolaan perkeretaapian saat ini dibagi dua area yaitu yang berorientasi bisnis dikelola oleh PT XY, sedang yang berorientasi public service dikelola oleh pemerintah dalam bentuk Public Service Obligation (PSO), Infrastructure Maintenance and Operation (IMO) dan The Track Access Charge (TAC).Untuk model privatisasi dapat dipilih dari beberapa model. Untuk pengembangan yang lebih baik dalam bidang privatisasi dan mengurangi resiko dalam investasi baik bagi peminjam dana, operasi, perundangan, kelembagaan dan juga penciptaan hukum, maka pengelolaan perkeretaapian oleh institusi diluar PT XY seperti diamanannatkan pada UU No.23 tahun 2007. Investasi swasta sangat dimungkinkan dalam pengelolaan Kereta Api Jabotabek bila melihat jumlah penumpang atau potensi jumlah penumpang yang menggunakan jasa Kereta api jabotabek. Usaha swastanisasi merupakan usaha pembagian peran kepada masyarakat untuk terlibat dalam pembenahan sistem transportasi. Dampak swastanisasi adalah munculnya perusahaan angkutan umum dengan orientasi memberikan pelayanan pada suatu tingkat kualitas dan harga tertentu, melahirkan kompetisi pengelolaan angkutan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi transportasi tersebut.