digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Gempa dan tsunami Pangandaran 2006 yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 pukul 3 sore hari mengakibatkan kerugian matrial dan korban juwa yang tidak sedikit. Gempa tersebut tercatat dengan kekuatan 7,7 Mw (BMG, 2006). Gempa tersebut memiliki titik episenter yang terletak 200 km dari daratan terdekat. Gempa tersebut menghasilkan sebuah efek pasca gempa yang disebut dengan fase postseismik, yang mana postseismik itu sendiri merupakan salah satu siklus gempa. Dengan mempelajari siklus gempa diharapkan dapat diketahui periode pengulangan gempa. Dengan melihat fase setelah gempa (postseismik) diharapkan dapat memprediksi pengulangan gempa di masa mendatang, sehingga dapat dijadikan evaluasi potensi gempa di masa yang akan datang sebagai upaya dalam mitigasi bencana. Salah satu upaya untuk mempelajari siklus gempa ini adalah dengan metode survei GPS. Survei GPS dilakukan dengan mengamati titik-titik pengamatan GPS di sekitar Pangandaran. Pada tanggal 23-30 Juli 2006 survei GPS kala-1 dilakukan dengan melakukan pengamatan di 24 titik pengamatan. Pada kala-2 pada tanggal 9-14 Agustus 2007 diamati 24 titik pengamatan. Dan pada kala-3 1-5 Agustus 2008 diamati 23 titik. Metode yang digunakan adalah metode diferensial dengan moda jaring. Dari hasil pengolahan dan analisis mengindikasikan bahwa titik-titik di sekitar Pangandaran mengalami penurunan deformasi dari tahun 2006-2007 ke tahun 2007-2008, artinya postseismik semakin melemah. Gerakan pergeserannya menuju ke arah selatan, sama dengan tahapan koseismiknya.