Penelitian disertasi ini berupaya menyingkap kembali hakikat seni sebagai
peristiwa kebenaran (the happening of truth) melalui riset artistik berbasis praktik
(artistic research). Latar permasalahan berangkat dari krisis eksistensial manusia
kontemporer yang hidup di tengah arus digitalisasi dan rasionalitas instrumental,
yang mengikis ruang perenungan dan spiritualitas dalam kehidupan. Melalui
pertemuan dengan seni tradisi Cirebon, khususnya lukisan kaca Srabad BantengWindu, Peneliti menemukan konsep “keseimbangan dalam ketidakseimbangan”
sebagai simbol kesadaran spiritual dalam wujud harmoni dualitas paradoks. Konsep
ini menjadi gagasan penciptaan karya seni kontemporer bertema spiritualitas
dengan media plexiglass sebagai material kultural-industrial yang bersifat profan.
Penelitian ini merupakan riset artistik (artistic research), menggunakan pendekatan
Fenomenologi Hermeneutik Heidegger dan Filsafat Wujud Mulla Sadra untuk
menelusuri makna keterbukaan (Aletheia/disclosure) dalam konteks seni sebagai
peristiwa pengungkapan kebenaran. Melalui proses refleksi dan tindakan
(reflection-in-action), peneliti mengeksplorasi gaya visual tradisi Larapan, serta
eksperimen material plexiglass dengan tindakan intuitif, seperti pemanasan,
pembakaran, dan pemukulan, untuk mengungkap hakikat materialnya yang
transparan, reflektif, dan rapuh. Tindakan destruktif dan kontemplatif tersebut
menjadi simbol pertumbuhan jiwa menuju wujud yang lebih nyata—sebuah proses
kesadaran eksistensial-spiritual yang mencerminkan tegangan antara “world”
(penyingkapan) dan “earth” (penyembunyian) sebagaimana dijelaskan oleh
Heidegger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa plexiglass, meskipun merupakan
ii
material profan dan produk budaya industrial-modern, dapat menjadi wahana bagi
penyingkapan nilai-nilai sakral dalam konteks seni kontemporer. Intertekstualitas
antara seni tradisi dan seni kontemporer melahirkan pendekatan post-tradisi, di
mana nilai-nilai spiritual dan simbolik tradisi diinterpretasi ulang melalui teknologi
dan medium baru tanpa kehilangan makna aslinya. Karya-karya yang dihasilkan
menghadirkan ambiguitas visual antara keteraturan dan kekacauan, antara
transparansi dan defraksi, sebagai cerminan harmoni dalam dualitas paradoks. Pada
kesimpulannya seni sebagai modus keberadaan akan bersifat paradoks. Karena
melalui dualitas paradoks yang harmonis dalam karya seni, jiwa terbebas dari dunia
material sekaligus mengekspresikan dirinya di dunia imajiner. Terbebasnya jiwa
dari dunia material merupakan peristiwa sakral bagi para pencari hikmah melalui
tassawuf sepanjang hidupnya. Sehingga penelitian ini memperlihatkan fungsi seni
sebagai jalan penyingkapan peristiwa sakral dan rahasia tersebut. Secara
konseptual, penelitian ini berkontribusi pada pengembangan paradigma seni
spiritual kontemporer dengan menegaskan bahwa seni merupakan bentuk
kesadaran eksistensial yang membuka jalan bagi keterhubungan antara manusia,
material, dan realitas transenden. Proses penciptaan menjadi ruang dialektika antara
teori dan praktik, antara keheningan spiritual dan tindakan artistik, yang
menghasilkan pemahaman baru tentang seni sebagai peristiwa kebenaran dan jalan
menuju kesadaran ilahiah. Dengan demikian, penelitian ini menegaskan posisi seni
post-tradisi sebagai medium penghubung antara sakralitas tradisi dan profanitas
modernitas dalam lanskap seni rupa kontemporer.
Perpustakaan Digital ITB