Lapangan panas bumi Kepahiang di Bengkulu, Indonesia, merupakan kompleks
kaldera dengan zona upflow di dalam maupun di luar batas kaldera. Konfigurasi ini
mengindikasikan kendali struktur sesar terhadap distribusi fluida dan panas,
sehingga pemodelan numerik diperlukan untuk lebih memahami sistem panas
buminya. Penelitian ini mengintegrasikan data geologi, geokimia, dan geofisika
(3G) untuk membangun model numerik tiga dimensi menggunakan perangkat lunak
Volsung dengan persamaan keadaan EOS1 pada domain 146,25 km² dengan
ketebalan 3,5 km. Model dikalibrasi menggunakan data geotermometer (Sempiang
275–300 °C; Kaba 300–330 °C; Grojogan Sewu 200–250 °C), laju alir manifestasi
permukaan (Sempiang 41,76 kg/s, Grojogan 11,41 kg/s), kontur isotermal, dan data
suhu sumur KPH-01. Hasil menunjukkan heterogenitas fasa antar sektor: Kaba
menampilkan fenomena counterflow dengan zona uap (1088–468 mdpl, Saturasi
gas 0,5–0,9), zona pendidihan (468–312 mdpl), dan zona air tekanan tinggi di
bawah 468 mdpl. Sempiang memiliki zona pendidihan dangkal (312–0 m, Saturasi
gas maksimum 0,32) dan dibawahnya zona air tekanan tinggi, sedangkan Grojogan
Sewu berupa dominasi air dengan caprock relatif lebih tipis (780–156 m), dan
temperatur lebih rendah. Pemodelan numerik menegaskan bahwa Kepahiang adalah
sistem dua fasa heterogen dengan kecenderungan awal menuju sistem dominasi
uap, di mana Kaba berperan sebagai pusat zona uap lokal. Karakter ini
menunjukkan potensi pengembangan signifikan, meskipun kalibrasi lanjutan
berbasis data sumur eksplorasi dan produksi diperlukan untuk meningkatkan
akurasi model dan mendukung strategi pengelolaan reservoir secara berkelanjutan.
Perpustakaan Digital ITB