REDESAIN PENGOLAHAN REFUSE DERIVED FUEL (RDF) SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI REDUKSI SAMPAH TPA PUTRI CEMPO, KOTA SURAKARTA.
Terbatas  Maman Ruhiman
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Maman Ruhiman
» Gedung UPT Perpustakaan
Sampah merupakan isu krusial yang masih dihadapi Indonesia, termasuk Kota
Surakarta yang pada tahun 2023 menghasilkan sekitar 419 ton sampah per hari.
Seluruh timbulan ini dibuang ke TPA Putri Cempo, satu-satunya fasilitas
pemrosesan akhir, yang hanya mampu menangani 409 ton per hari. Ketimpangan
kapasitas ini menyebabkan kelebihan beban dan menimbulkan dampak lingkungan.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Pemerintah Kota Surakarta mengembangkan
fasilitas Refuse-Derived Fuel (RDF) di TPA Putri Cempo sebagai penyedia bahan
bakar untuk PLTSa Surakarta. Namun, fasilitas RDF eksisting belum berjalan
optimal, hanya mampu mereduksi sekitar 10 ton sampah per hari dari kapasitas
rancang 300 ton, akibat keterbatasan sistem pemilahan, pengeringan, dan
koordinasi operasional. Penelitian ini bertujuan merumuskan strategi optimalisasi
sistem RDF melalui redesain yang terfokus pada peningkatan efisiensi teknis dan
kapasitas reduksi sampah untuk mendukung sistem pengelolaan berkelanjutan.
Identifikasi kondisi eksisting menunjukkan bahwa sekitar 93,7% sampah di Kota
Surakarta masih langsung ditimbun tanpa pengolahan, dengan hanya 3,8% diolah
menjadi RDF dan 2,5% dipilah oleh sektor informal. Padahal, berdasarkan kerja
sama dengan PLN, RDF dari TPA Putri Cempo menjadi komponen vital bagi
operasi PLTSa. Proyeksi penduduk mencapai 567.092 jiwa pada tahun 2048 turut
meningkatkan potensi timbulan sampah menjadi 161.441 ton/tahun. Dengan
demikian, peningkatan kapasitas dan efektivitas pengolahan RDF menjadi
kebutuhan strategis dalam menciptakan sistem pengelolaan yang adaptif terhadap
beban masa depan dan mendukung transisi energi berbasis limbah.
Sebagai solusi, dilakukan redesain sistem RDF yang berfokus pada optimalisasi
unit pengeringan. Melalui pendekatan metode Simple Additive Weighting (SAW)
terhadap tujuh kriteria evaluasi, teknologi biodrying dipilih sebagai metode paling
sesuai. Sistem dirancang mencakup Bag Opener, Trommel, Manual Sorting,
Shredder, Fine Shredder, dan unit biodrying, dengan hasil akhir berupa tiga fraksi:
briket (<20 mm), RDF cacahan (20–50 mm), dan material >50 mm yang diproses
ulang. Sistem ini diproyeksikan mampu menghasilkan RDF sebanyak 197 ton/hari
pada tahun 2038 dan 149 ton/hari pada tahun 2048, dengan kadar air <20% dan
nilai kalor >2.560 kcal/kg, sesuai standar kebutuhan PLTSa Surakarta. Rancangan
ini tidak hanya menyelesaikan kendala teknis, tetapi juga meningkatkan integrasi
antara pengelolaan sampah dan penyediaan energi terbarukan.
Dari sudut pandang ekonomi, perancangan optimalisasi RDF di TPA Putri Cempo,
Kota Surakarta, memerlukan investasi awal sebesar Rp24,72 miliar dengan biaya
operasional tahunan Rp10,89 miliar. Analisis kelayakan finansial menggunakan
NPV dan BCR menunjukkan hasil positif pada tiga skenario pendapatan bersih—
Rp265,97 miliar (optimis), Rp172,96 miliar (moderat), dan Rp110,96 miliar
(konservatif)—dengan BCR > 1, menandakan proyek layak secara ekonomi, serta
laba kumulatif hingga 2048 mencapai Rp366,26 miliar setelah memperhitungkan
depresiasi dan PPh 22%, menunjukkan potensi keuntungan jangka panjang dan
manfaat ekonomi berkelanjutan. Namun, apabila biaya capex PLTSa
diperhitungkan, proyek menjadi tidak layak secara finansial dengan NPV negatif
dan BCR < 1; bahkan pada skenario optimis, PLTSa mencatat NPV –Rp144,7 miliar
dan BCR 0,52, sehingga laba kumulatif Rp366,2 miliar tidak cukup menutup total
investasi Rp346,2 miliar dan biaya operasional jangka panjang. Dengan demikian,
keberlanjutan finansial proyek RDF sangat bergantung pada dukungan kebijakan,
skema insentif, atau penerapan tipping fee sebagai sumber pendapatan tambahan
agar proyek dapat mencapai kondisi layak secara ekonomi.
Perpustakaan Digital ITB