digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK I Wayan Gita Giriharta
PUBLIC Open In Flipbook Rita Nurainni, S.I.Pus

Near cloud turbulence (NCT) merupakan ancaman serius bagi keselamatan penerbangan, khususnya di wilayah tropis seperti Indonesia yang memiliki aktivitas konvektif aktif. Namun, diagnostik turbulensi yang digunakan di Indonesia masih kurang representatif karena belum mempertimbangkan pengaruh konveksi. Penelitian ini menggunakan diagnostik NCT berbasis parameterisasi convective gravity wave drag (CGWD), yang memperhitungkan pengaruh konveksi, pada simulasi kejadian turbulensi di Indonesia. Diagnostik CGWD diuji pada dua kasus, yaitu turbulensi Batik Air 24 Oktober 2017 di Sumatera Utara dan turbulensi Hongkong Airlines 6 Mei 2016 di Kalimantan Selatan yang disimulasikan menggunakan model WRF-ARW. Performa Diagnostik CGWD dibandingkan dengan diagnostik turbulensi lain, yaitu Turbulence Index 1 (TI1), eddy dissipation rate (EDR), dan EDR berbasis second order structure function (2ndSF). Hasil menunjukkan bahwa CGWD mampu mengidentifikasi lokasi dan waktu kejadian turbulensi secara konsisten dengan observasi, meskipun pada saat yang sama parameter TKE dan Ri tidak mengindikasikan kondisi turbulen. Pada kasus Batik Air masih terdapat deviasi vertikal posisi turbulensi, sedangkan pada kasus Hongkong Airlines turbulensi teridentifikasi dengan baik. Nilai CGWD yang tidak nol terlokalisasi di sekitar titik kejadian pada saat turbulensi berlangsung. Dibandingkan dengan diagnostik lain, EDRCGWD menunjukkan kesesuaian spasial dan intensitas yang paling mendekati observasi. Sementara itu, TI1 dapat mendeteksi turbulensi di lokasi kejadian tetapi dengan cakupan yang terlalu luas sehingga berpotensi menimbulkan false alarm, sedangkan EDRTKE maupun EDR2ndSF masih cenderung underestimate, terutama dalam mengidentifikasi turbulensi di luar batas awan. Penerapan CGWD pada data reanalisis ERA5 di Indonesia menunjukkan potensi turbulensi sedang hingga kuat terkonsentrasi di Laut Jawa, daratan Papua, perairan barat Sumatera, dan Samudra Pasifik utara Papua. Frekuensi tertinggi terjadi pada musim DJF, menurun pada JJA. Hasil ini menunjukkan bahwa diagnostik NCT berbasis CGWD bermanfaat untuk mendeteksi turbulensi konvektif khususnya di wilayah tropis yang potensial untuk pengembangan prediksi operasional turbulensi di Indonesia.