Sebagian besar potensi panas bumi di Indonesia merupakan lapangan dengan kategori medium enthalpy dengan rentang temperatur reservoir 125-225°C, menjadikan teknologi siklus biner sebagai pilihan teknologi yang paling sesuai. Saat ini penerapan di Indonesia masih dilakukan pada operasi subcritical, sementara operasi supercritical berpotensi memberikan keluaran pembangkitan yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi pemanfaatan sistem biner pada kondisi supercritical dengan membandingkan kinerja pada kondisi supercritical terhadap kondisi subcritical. Penelitian dilakukan dengan membuat simulasi siklus biner dengan input sumber daya panas bumi medium enthalpy yang direpresentasikan dengan fluida temperatur 120 hingga 150°C. Output dari simulasi adalah daya turbin dan parasitic load yang terdiri dari daya pompa dan daya fan untuk air cooled condensor (ACC). Evaluasi perbandingan kinerja akan dilakukan berdasarkan parameter efisiensi termal dan eksergi, daya bersih, laju utilisasi fluida kerja, kerja spesifik serta parasitic load. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa, meskipun parasitic load meningkat pada rentang 6,5-21.9% kondisi supercritical tetap menghasilkan peningkatan kinerja: daya bersih dan efisiensi termal naik 2,0-25,2%, efisiensi eksergi meningkat 2,9-23,5%, dan laju utilisasi fluida kerja berkurang 1,9-20,1% dibandingkan kondisi subcritical. Di antara fluida yang diuji, R-134a unggul sebagai pilihan paling optimal apabila ditinjau berdasarkan efisiensi (termal dan eksergi) dan juga daya bersih yang dihasilkan pada rentang 120–150°C. Hasil dari estimasi harga peralatan untuk kondisi subcritical dan supercritical menunjukkan bahwa harga peralatan per-MW untuk operasi supercritical lebih tinggi 10% dibandingkan operasi subcritical. Meski biaya peralatan supercritical lebih tinggi, peningkatan kinerja pada studi ini menguatkan perlunya kajian kelayakan teknis–ekonomi yang lebih mendalam.
Perpustakaan Digital ITB