digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Asta Juliarman Hatta
PUBLIC Perpustakaan Prodi Arsitektur

Dalam setiap tahapan dan proses membangun rumah tradisional di Indonesia diperlukan peran dan kontribusi beberapa pelaku atau aktor, agar proses membangun rumah dapat dilaksanakan dengan baik. Sesuai dengan adat dan tradisi membangun rumah masyarakat Bugis, beberapa aktor mempunyai peran, keterampilan dan tanggung jawab yang berbeda khususnya di wilayah pedesaan dan perkotaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi relasi jaringan aktor dalam proses membangun rumah tradisional Bugis dan melihat dinamika relasi jaringan aktor yang terjadi di wilayah pedesaan dan perkotaan berdasarkan teori jaringan aktor atau perspektif Actor Network Theory (ANT). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pendekatan desktiptif dilakukan untuk memeriksa secara mendalam kejadian dan fakta yang ditemukan di lapangan terkait siapa, bagaimana, dan pada saat kegiatan apa saja aktor-aktor akan ikut terlibat dalam proses membangun rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika relasi jaringan aktor yang terbentuk pada wilayah rural dan urban didasari beberapa faktor atau dimensi tertentu, seperti faktor keyakinan terhadap agama, faktor kelangkaan sumber daya tenaga kerja, kehadiran tokoh masyarakat sebagai “guardian of value”, faktor identitas kelompok, serta faktor legimitasi budaya atau restu dari orang yang dituakan. Hasil analisis tentang dinamika relasi jaringan aktor di wilayah rural dan urban dalam tradisi membangun rumah Bugis di kabupaten Soppeng menunjukkan bahwa seluruh proses ideal yang dipraktikkan di wilayah rural tidak dapat direplikasikan secara penuh pada wilayah urban. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya zona dan kondisi geografis yang berbeda, kendala-kendala yang berbeda, dan adanya kelangkaan sumber daya di wilayah urban, yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya proses-proses kompensasi, dan substitusi. Proses kompensasi dan substitusi yang terjadi pada wilayah urban tidak sepenuhnya dapat dijaga kualitas dan kompetensinya, sehingga bisa terjadi distorsi, penyimpangan, bahkan pelanggaran terhadap praktik membangun rumah sesuai dengan adat dan tradisi suku Bugis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pemerintah dan warga masyarakat suku Bugis dalam melestarikan budaya tradisi membangun rumah Bugis. Bagi pemerintah diharapkan dapat mengembangkan kebijakan atau program untuk melestarikan budaya tradisi membangun rumah Bugis. Salah satu program yang dapat dilakukan adalah dengan menyambung mata rantai yang putus dalam relasi jaringan aktor di wilayah perkotaan. Bagi warga masyarakat suku Bugis juga diharapkan kesadarannya untuk menjaga nilai tradisi membangun rumah. Peran dari komunitas atau asosiasi masyarakat suku Bugis sangat penting untuk diberdayakan kembali, agar nilai-nilai yang ada dalam tradisi membangun rumah dapat dilestarikan. Dengan adanya keterlibatan pemerintah, komunitas, serta warga masyarakat diharapkan komunitas vernakular di Sulawesi Selatan serta komunitas vernakular nusantara di Indonesia dapat menjaga nilai-nilai dalam budaya dan tradisi membangun rumahnya masing-masing.