digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pesatnya perkembangan pariwisata di Kabupaten Pangandaran berdampak pada timbulnya kebijakan pemerintah untuk penataan kawasan wisata di Pantai Barat. Hal ini berimbas salah satunya terhadap relokasi permukiman nelayan yang bermukim di wilayah tersebut. Program resettlement di kawasan pesisir akan berdampak pada perubahan-perubahan akses terhadap aset-aset penghidupan masyarakat khususnya masyarakat nelayan. Adapun tujuan penelitian ini antara lain adalah memahami proses pemukiman kembali yang terjadi dari awal perencanaan hingga selesai pelaksanaan serta pihak-pihak yang terlibat dari masing-masing tahapan proses tersebut dan pengaruh program tersebut terhadap aset penghidupan masyarakat nelayan di Desa Pangandaran. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif berdasarkan data kuesioner, wawancara terstruktur, wawancara mendalam, dan observasi. Variabel yang diteliti meliputi aset fisik dan aset sosial. Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Parapat, Desa Pangandaran. Metode random sampling dan purposive sampling digunakan dalam penelitian ini. Analisis data disajikan dalam bentuk deskriptif komparatif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 8 tahapan dalam proses resettlement yang melibatkan berbagai pihak yang terkait dari masing-masing tahapan tersebut, diantaranya pemerintah pusat, pemerintah kabupaten, pemerintah desa, dan organisasi nelayan. Selain itu terdapat isu yang memicu timbulnya permasalahan dari masing-masing tahapan tersebut. Dilihat dari aset penghidupan, terjadi penurunan akses terhadap modal fisik yaitu pelabuhan perikanan, sedangkan dari aset sosial terjadi perubahan pada aktifitas gotong-royong, dimana setelah dipindahkan frekuensi gotong-royong yang dilakukan oleh sebagian besar responden menjadi berkurang. Perencanaan penataan kawasan wisata di Desa Pangandaran masih bersifat parsial dimana SKPD terkait masih melaksanakan pembangunan di bidangnya masing-masing dan belum ada suatu perencanaan yang melibatkan seluruh stakeholder.